ISSN 2477-1686 

Vol. 10 No. 02 Januari 2024

 

Perundung di Satuan Pendidikan

 

Oleh:

Sri Fatmawati Mashoedi & Eko A. Meinarno

Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia

 

Bullying atau yang disebut juga sebagai rundung, menjadi fenomena yang menghantui kehidupan para pelajar, tidak saja di Indonesia tetapi juga di manca negara (Smith, & Brain, 2000). Kasus terkini adalah seorang siswa SD di Bekasi harus menjalani amputasi kaki. Awalnya ia diselengkat oleh teman-temannya, terjadi luka dalam. Luka yang tidak diketahui ini kemudian menjadi kanker tulang, yang membuatnya perlu diamputasi (Kompas, 4 November 2023). Para orangtua sering merasa cemas saat mendaftarkan anaknya ke sebuah sekolah. Kecemasan ini timbul karena sekolah merupakan tempat yang kurang terjangkau untuk diawasi oleh orang tua (Saputra, 2019).

 

Informasi ada atau tidak adanya perundungan di sekolah tersebut turut menjadi salah satu pertimbangan untuk mendaftarkan anaknya di sekolah tersebut. Tentunya tidak mudah untuk mendapatkan informasi yang jujur dari pihak sekolah, apakah di sekolahnya ada rundung atau tidak. Mencari informasi dari para siswa di sekolah pun tidak mudah karena biasanya perilaku rundung merupakan suatu hal yang disembunyikan. Dengan demikian, orang tua atau siswa harus pintar-pintar mencari informasi ada atau tidak adanya rundung di suatu sekolah.

 

Kadang kala, rundung terjadi pada sekolah-sekolah yang tergolong favorit sehingga walaupun sudah diperoleh informasi bahwa di sekolah tersebut terjadi rundung, orangtua tetap mendaftarkan anaknya ke sekolah tersebut. Anakpun berbeda-beda reaksinya, ada yang siap (tidak khawatir dengan adanya rundung di sekolahnya nanti) dan ada pula yang merasa cemas dengan adanya rundung di sekolah yang akan dimasukinya. Hal ini tentunya menjadi hal yang tidak kondusif bagi siswa yang merasa cemas akan menjadi korban rundung di sekolahnya. Namun, biasanya anak tidak bisa berdaya untuk menolak bersekolah di sekolah yang sudah menjadi pilihan orangtuanya. Orang tua kadang juga tidak memberikan solusinya bagaimana menghadapi rundung di sekolah sehingga anak semakin tertekan.

 

Mengenai Perundungan

Apa itu merundung? Merundung adalah tindakan yang dilakukan secara sengaja untuk menyakiti secara fisik/verbal/psikologis oleh seseorang/sekelompok orang terhadap seseorang/sekelompok orang yang merasa tidak berdaya (Sarwono, Ramdhan, Djuwita, Meinarno, 2009). Dari pengertian merundung tersebut, tindakan ini dapat dikategorikan sebagai sebuah agresivitas yang ditujukan untuk menyakiti orang lain. Tidak saja dilakukan secara fisik atau verbal tetapi dapat juga serangan yang bersifat psikologis. Secara fisik, luka fisik (mungkin) dapat saja cepat sembuh. Namun untuk luka yang bersifat psikologis dapat bertahan lebih lama.

 

Dampak Perundungan

Bagaimana dampaknya? Dampak rundung bisa bersifat jangka pendek, misalnya mengganggu konsentrasi belajar, terganggunya proses belajar mengahar (Rahmawati & Christiana, 2020), sakit kepala, dll. Perundungan bullying bisa juga berdampak panjang, bahkan seumur hidup (Turner, Exum, Brame, & Holt, 2013; Vaillancourt, Hymel, & McDougall, 2013). Misalnya membuat korban menjadi rendah diri, sulit bergaul, cemas (Dhari, 2021), sedih, masalah kesehatan (Navarro, Yubero, & Larrañaga, 2018), bahkan sampai terjadi bunuh diri (Bias, 2015; Barnett, Fisher, O’Connell, & Franco, 2019). Sangat miris tentunya mendengar hal ini. Anak yang mempunyai hak untuk mengembangkan dan mewujudkan kemampuannya justru “hancur” di sebuah institusi pendidikan. Tentunya hal ini perlu mendapat perhatian yang besar dari berbagai pihak, baik pihak sekolah, orangtua, dan pemerintah.

 

Sesungguhnya apa yang menjadi motivasi seseorang melakukan tindakan bullying? Beragam faktor dapat ditemukan sebagai motif seseorang merundung, antara lain:

 

     Menunjukkan bahwa ia memiliki “power”. Seseorang ingin menunjukkan kepada orang lain bahwa ia berkuasa, bisa memerintah dan perintahnya harus dituruti, bisa menghukum, ditakuti oleh orang-orang.

 

     Balas dendam (Runions, Salmivalli, Shaw, Burns, & Cross, 2018; Turkel, 2007). Pengalaman menjadi korban rundung pada siswa dapat memicu tindakan untuk membalas dendam. Namun, alih-alih membalas dendam kepada orang yang merundung, melainkan ia membalas dendam ke adik kelasnya.

 

     Katarsis yang merupakan pelepasan emosi, sering pula menjadi penyebab perilaku merundung. Siswa yang memiliki masalah pribadi, melampiaskan emosinya dengan melakukan bullying kepada orang yang lebih lemah.

 

     “iseng” kadangkala juga menjadi alasan seseorang melakukan rundung. Tidak ada maksud tertentu dalam melakukan rundung, melainkan sekedar ikut-ikutan, atau mengisi waktu kosong.

 

Tentunya masih banyak faktor lainnya yang dapat menjadi alasan seseorang merundung.

 

Korban

Lalu, mengapa ada siswa yang dibully dan ada siswa lain yang selamat tidak dibully. Dari pengamatan penulis dan juga studi literatur yang ada, pelaku rundung selalu mencari orang yang dianggap “lemah” (Jadi, sesungguhnya tidak ada kriteria khusus penyebab seseorang dirundung). Namun demikian, secara umum korban bisa digolongkan ke dalam dua tipe, yaitu tidak percaya diri (mudah diintimidasi dan dipaksa) dan provokatif.

 

Apa yang dapat dilakukan menghadapi para pembully ini? Salah satu yang dapat diakukan adalah merubah kepribadian pelaku dan korban. Namun, hal ini tentulah tidak mudah, dan perlu waktu yang lama. Hal lain yang lebih memungkinkan untuk dilakukan adalah menekan tingkat rundung di sekolah dengan meningkatkan peran bystander (orang-orang yang tahu tetapi tidak terlibat). Jumlah bystander jauh lebih banyak daripada pelaku sehingga sangat potensial untuk membantu korban rundung.

 

Apa yang bisa dilakukan bystander guru?

     Pererat hubungan dengan siswa dan mau menjadi tempat “curhat”. Guru dapat    menjadi “teman” bagi siswa sehingga siswa akan mengkomunikasikan kepada guru   segala keluhannya, termasuk bila ia menjadi korban rundung.

 

     Jadi panutan “anti-kekerasan”. Guru harus bisa menjadi model atau sosok yang mengedepankan perilaku ramah, bersahabat, tidak menyakiti, menolong bagi siswa di sekolah.

 

     Selesaikan rundung dengan “no-blame” approach. Artinya, tidak saling menyalahkan orang lain, namun fokus pada memberi solusi agar tidak terjadi rundung di sekolah.

 

Apa yang bisa dilakukan bystander siswa?

     Tolong teman yang dirundung secara langsung atau tidak langsung

     Tunjukkan bahwa kamu tidak setuju dengan kekerasan

     Jangan ikut menonton apalagi mendukung rundung

     Jika memungkinkan lerai mereka (sebaiknya ajak beberapa teman), nasehati.

     Jika tidak memungkinkan (kamu khawatir temanmu makin dirundung, atau kamu yang akan jadi korban), tolonglah secara diam-diam

     Laporkan ke guru atau pihak sekolah (Rahmawati, & Christiana, 2020).

 

Perundungan sebagai isu tidak perlu diperbincangkan kembali. Hal yang dibutuhkan adalah cara atau metode untuk mengurangi atau bahkan menghapusnya dalam kehidupan anak. Perundungan bukan sebuah kenakalan, terdapat upaya merusak fisik dan psikologis dari korban. Si perundung sendiri mempunyai masalah atas dirinya. Cara penanggulangan perundungan, tidak hanya kejadiannya saja, tapi juga kepada pihak yang dirundung, perundung, guru, dan yang utama adalah orang tua. Perundungan tidak alami, maka dia dapat dihentikan, demi masa depan anak-anak.

 

Referensi:

 

Barnett, J., Fisher, K., O’Connell, N., & Franco, K. (2019). Promoting upstander behavior to address bullying in schools. Middle School Journal, 50, 11-6. https://doi.org/10.1080/00940771.2018.1550377.

Bias, A. (2015). How do you Feel about Bullying in Schools? In Students, Teachers, and Leaders Addressing Bullying in Schools (pp. 57-58). Rotterdam: SensePublishers.

Dhari, B. (2021). Pengaruh Bullying terhadap Tingkat Kecemasan Sosial pada Korbannya. Buletin KPIN. Vol. 7 No. 4 Februari 2021. https://buletin.k-pin.org/index.php/arsip-artikel/790-pengaruh-bullying-terhadap-tingkat-kecemasan-sosial-pada-korbannya

Kassin, S., Fein, S. & Markus, H. R. (2017). Social Psychology. 10th ed. International Edition. Wadsworth, Cengage Learning.

Kekerasan seksual pada anak di Bekasi masih mendominasi. Kompas, Sabtu, 4 November 2023. Hlm. 12.

Navarro, R., Yubero, S., & Larrañaga, E. (2018). A Friend Is a Treasure and May Help You to Face Bullying. Frontiers for Young Minds, 6. https://doi.org/10.3389/frym.2018.00014.

Pradhana, CVP. (2019). Bunuh Diri Akibat Bullying. Buletin KPIN. Vol.5 No. 23 December 2019. https://buletin.k-pin.org/index.php/arsip-artikel/507-bunuh-diri-akibat-bullying

Sarwono, SW., Ramdhan, M., Djuwita, R., Meinarno, EA. (2009). Psikologi sosial terapan. Dalam Psikologi Sosial. Penyunting Sarlito W Sarwono dan Eko A Meinarno. Jakarta. Salemba Humanika.

Rahmawati, S., & Christiana, E. (2020). Studi Kasus Kesadaran Peserta Didik SD Negeri Pelang Lor 1 tentang Adanya Tindak Perundungan Verbal. Jurnal BK UNESA, 11(3), 260-273.

Runions, K., Salmivalli, C., Shaw, T., Burns, S., & Cross, D. (2018). Beyond the reactiveproactive dichotomy: Rage, revenge, reward, and recreational aggression predict early high school bully and bully/victim status. Aggressive Behavior, 44, 501–511. https://doi.org/10.1002/ab.21770.

Saputra, DA. (2019). Lingkungan Sekolah Sebagai Penyebab Terjadinya Bullying. Buletin KPIN. Vol.5 No. 17 September 2019. https://buletin.k-pin.org/index.php/arsip-artikel/464-lingkungan-sekolah-sebagai-penyebab-terjadinya-bullying

Smith, P., & Brain, P. (2000). Bullying in schools: Lessons from two decades of research. Aggressive Behavior, 26, 1-9. https://doi.org/10.1002/(SICI)1098-2337(2000)26:1<1::AID-AB1>3.0.CO;2-7.

Turkel, A. (2007). Sugar and spice and puppy dogs' tails: the psychodynamics of bullying.. The journal of the American Academy of Psychoanalysis and Dynamic Psychiatry, 35 2, 243-58. https://doi.org/10.1521/JAAP.2007.35.2.243.

Turner, M., Exum, M., Brame, R., & Holt, T. (2013). Bullying victimization and adolescent mental health: General and typological effects across sex. Journal of Criminal Justice, 41, 53-59. https://doi.org/10.1016/J.JCRIMJUS.2012.12.005.

Vaillancourt, T., Hymel, S., & McDougall, P. (2013). The Biological Underpinnings of Peer Victimization: Understanding Why and How the Effects of Bullying Can Last a Lifetime. Theory Into Practice, 52, 241-248. https://doi.org/10.1080/00405841.2013.829726.