Vol. 9 No. 23 Desember 2023
Air Putih Jadi Sahabat?
Oleh:
Debora Setiadi Dharmawan
Program Studi Psikologi, Universitas Pembangunan Jaya
Air merupakan komponen yang penting untuk setiap makhluk hidup. Tidak heran, bahwa tubuh manusia terdiri atas kurang lebih 80% air, dan air digunakan sebagai salah satu kunci untuk bertahan hidup (Kusumawardani & Larasati, 2020). Apakah anda pernah bertanya-tanya, mengapa manusia dapat merasakan haus?
Tubuh manusia memiliki mekanisme homeostasis, di mana tubuh berusaha untuk mempertahankan keadaan yang tetap atau stabil (Yani, 2023). Seperti contohnya pada suhu tubuh manusia, rasa lapar, maupun rasa haus. Mekanisme homeostasis juga dibantu oleh ‘rekan-rekannya’, yang bernama set point, yang berperan sebagai titik setel suatu nilai variabel yang dipertahankan (Modell et al., 2015). Misalnya seperti pada suhu tubuh manusia, suhu normalnya yaitu 37 derajat celsius. Kedua, yaitu negative feedback atau umpan balik negatif, yang berperan sebagai ’alarm’ atau pemberi sinyal ketika adanya perubahan dari faktor eksternal, yaitu lingkungan, yang mempengaruhi tubuh, dan ia berusaha untuk mengembalikan keadaan tubuh kita menuju ke set point tadi, seperti contohnya suhu tubuh normal pada manusia yaitu 37 derajat celsius, dan ketika kita merasa kepanasan, maka tubuh kita akan mengeluarkan keringat dengan alih-alih untuk ’mendinginkan’ tubuh, atau melepaskan panas tersebut dari tubuh kita (Samodra, 2023). Karena kehadiran mekanisme tersebutlah, kita dapat merasakan haus, yang disebabkan karena ketidakseimbangan homeostasis dalam tubuh kita, yang bertujuan untuk mengurangi potensi tubuh kita kekurangan air (Armstrong & Kavouras, 2019).
Seperti yang kita ketahui, bahwa air putih merupakan cairan yang sangat penting, yang diperlukan oleh tubuh. Anjuran meminum air putih yang bersumber dari Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 75 tahun 2013 mengenai Angka Kecukupan Gizi (AKG), masyarakat Indonesia disarankan untuk mengonsumsi air putih sebanyak 1.900 ml untuk anak-anak berumur 7 hingga 9 tahun, dan 1.800 ml untuk anak-anak berusia 10 hingga 12 tahun (Kusumawardani & Larasati, 2020). Pada kenyataannya, masih banyak masyarakat Indonesia yang kurang mengonsumsi air putih. Satu dari empat orang dewasa di Indonesia, dan satu dari lima anak di Indonesia, masih kurang dalam mengonsumsi air putih di kehidupan sehari-harinya (Gandhawangi, 2021).
Sebagian besar masyarakat Indonesia masih belum terbiasa untuk meminum air putih secara berkala atau secara terjadwal, namun hanya meminum air putih jika merasa haus saja. Preferensi minuman masyarakat Indonesia, khususnya anak-anak sekolahan, sebagian besar merupakan minuman yang memiliki rasa, terutama rasa manis, seperti susu, teh, dan juga softdrink (Briawan et al., 2011). Hal tersebut, tentulah akan berdampak bagi kesehatan.
Beberapa penyakit yang akan timbul jika kita kurang mengonsumsi air putih antara lain, sembelit, dikarenakan kurangnya cairan dalam tubuh, yang mengakibatkan kurangnya cairan di dalam feses, sehingga membuat feses sulit untuk dikeluarkan. Selanjutnya adalah kurangnya fokus atau konsentrasi, karena kurangnya air dapat memicu kinerja otak menjadi lebih lambat. Metabolisme tubuh juga seringkali terhambat, dikarenakan kurangnya konsumsi air putih, sehingga dapat menyebabkan obesitas, yang kemudian berpotensi memunculkan permasalahan baru lagi (Afifah, 2020).
Maka dari itu, sangat disarankan untuk masyarakat Indonesia mulai menanamkan awareness mengenai pentingnya meminum air putih, dan bukan hanya meminum air putih saat sedang haus saja. Air putih merupakan cairan yang sangat penting bagi tubuh, dan tidak bisa digantikan posisinya begitu saja dengan minuman lain, terutama minuman yang mengandung gula tinggi. Oleh karena itu, jadikan air putih sebagai sarana untuk menghidrasi tubuhmu, ya!
Referensi:
Afifah, M. N. (2020, November 18). 12 akibat kurang minum air putih yang tak boleh disepelekan. Kompas. https://health.kompas.com/read/2020/11/18/101000568/12-akibat-kurang-minum-air-putih-yang-tak-boleh-disepelekan?page=all
Armstrong, L. E., & Kavouras, S. A. (2019). Thirst and drinking paradigms: Evolution from single factor effects to brainwide dynamic networks. Nutrients, 11(12), 1–31. https://doi.org/10.3390/nu11122864
Briawan, D., Rachma, P., & Annisa, K. (2011). Kebiasaan konsumsi minuman dan asupan cairan pada anak usia sekolah di perkotaan. Jurnal Gizi Dan Pangan, 6(3), 186–191. https://doi.org/10.25182/jgp.2011.6.3.186-191
Gandhawangi, S. (2021, April 9). Cukupi kebutuhan air minum untuk jaga imunitas tubuh. Kompas.Id. https://www.kompas.id/baca/humaniora/2021/04/09/cukupi-kebutuhan-air-minum-untuk-jaga-imunitas-tubuh
Kusumawardani, S., & Larasati, A. (2020). Analisis konsumsi air putih terhadap konsentrasi siswa. Holistika: Jurnal Ilmiah PGSD, 4(2), 91–95. https://doi.org/10.24853/holistika.4.2.91-95
Modell, H., Cliff, W., Michael, J., McFarland, J., Wenderoth, M. P., & Wright, A. (2015). A physiologist’s view of homeostasis. Advances in Physiology Education, 39(4), 259–266. https://doi.org/10.1152/advan.00107.2015
Samodra, F. P. (2023, July 19). Homeostasis adalah mekanisme tubuh menjaga kestabilan, begini prosesnya. Liputan6. https://www.liputan6.com/hot/read/5348097/homeostasis-adalah-mekanisme-tubuh-menjaga-kestabilan-begini-prosesnya?page=4
Yani, I. F. (2023, March 20). Mengulik homeostasis, kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri. Hellosehat. https://hellosehat.com/sehat/informasi-kesehatan/homeostasis/