ISSN 2477-1686

 

Vol. 9 No. 15 Agustus 2023

 

Bhinneka Tunggal Ika itu Alami

 

Oleh:

Eko A Meinarno & Sri R.R Pudjiati

Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia

 

Pengantar: Pengalaman Eko

Saya dan keluarga berkesempatan untuk pergi dengan menggunakan pesawat udara bersama keluarga. Secara logis, acara kami ini akan dilakukan dengan keceriaan dan suka cita. Itu benar sampai di bandara udara (selanjutnya disebut bandara) internasional Sukarno-Hatta, Tangerang. Setelah masuk kami harus menunggu di ruang tunggu akhir. Saat itulah adegan yang menjadi kajian kecil ini dimulai.

 

Anak saya, yang berusia tujuh tahun disapa lebih dulu oleh anak kecil lain yang usinya tampaknya beda 1-2 tahun lebih muda. Setelah sapaan itu, mereka berkenalan dan selanjutnya bermain. Berlarian ke sana ke mari, tertawa dan sedikit lupa bahwa mereka ini adalah calon penumpang pesawat. Kemudian terdengar panggilan masuk pesawat dan berakhirlah permainan kedua anak ini. Kami tidak saling tahu akan pergi ke tujuan yang sama, sampai pada kami berbaris di barisan panggilan yang sama.

 

Sesampai di tujuan kedua anak ini masih bertemu dan saling mengucapkan salam selamat jalan. Pertemuan yang hangat. Keduanya bermain tanpa ada pertanyaan dari kedua anak itu, setidaknya anak saya. Tidak ada pertanyaan si teman baru ini anak orang apa, keturunan dari mana, agama yang dianut apa dan lain-lain. Kejadian tidak terduga adalah ketika kami pulang, kami terkejut bahwa si teman baru ini juga naik pesawat yang sama dengan kami. Sesampai di bandara, saya sampaikan kepada anak saya, “berikan ini (sebuah suvenir), untuk dia ya”. Anak saya bertanya, “buat apa?”. Saya sampaikan, tidak sering kita dipertemukan dengan orang yang sama dengan kesempatan yang tidak disengaja. Maka suvenir itu diberikan kepada si teman baru. Ibu dari teman baru ini cukup terkejut, tapi antusias. Ia segera meminta anaknya untuk memberikan balasan berupa permen. Anak saya terlihat senang dengan “pertukaran” kenang-kenangan ini.

 

Sri Pudjiati: Itu adalah Hubungan Alami Anak

Anak-anak seusia ini sejatinya sedang mengembangkan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan aturan-aturan yang terjadi di masyarakat tempat dia berada. Kemampuan anak untuk menyesuaikan diri ini dikenal juga dengan kemampuan sosial, diperoleh dari kematangan dan kesempatan belajar yang didapat dari berbagai respon dari orang lain terhadap dirinya (Papalia & Martorell, 2021). Kemampuan sosial yang dalam penerapannya sering juga disebut sebagai keterampilan sosial ini akan memudahkan seseorang dalam membina pertemanan, mampu menjalin interaksi dengan orang lain dan menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru (Bloom, 2009 dalam Newman & Newman, 2017).

 

Keterampilan dibutuhkan agar dapat membentuk hubungan sosial yang sehat dan membantu memosisikan diri dalam kehidupan. Keterampilan sosial yang dikembangan dengan baik dapat meningkatkan kemampuan kognitif dan kesehatan mental anak.

 

Salah satu dampak dari berkembangnya keterampilan sosial adalah semakin luasnya pertemanan. Pemilihan teman biasanya didasarkan atas usia yang kurang lebih sama, jenis kelamin cenderung sama, pengalaman, dan trait. Melalui keterampilan yang dibangun, maka anak akan belajar untuk membina hubungan dengan orang lain, belajar penyelesaian masalah dalam pertemanan dan menumbuhkan rasa empati.

 

Anak dan Bhineka Tunggal Ika

Sebagaimana kisah di awal tulisan ini, pengalaman anak usia dini dalam menghadapi stimuli sosial dan manusia lain adalah bagian dari upaya membangun keterampilan sosialnya. Di dalam lingkungan baru (bandara) dan keberadaan anak lain membuat anak menyesuaikan diri. Dia bisa bermain, tapi waktunya terbatas karena ada jam keberangkatan. Mereka bercanda ria, berkejaran, dan tertawa dapat menjadi penanda kedua anak telah dapat menyesuaikan diri satu sama lain. 

 

Hubungan kedua anak tadi (yang kebetulan berjenis kelamin sama) cukup lazim, bahkan sampai dewasa pun pola ini tetap sama. Walau hanya sebentar, dalam dua kejadian yang terpisah telah membangun fondasi bangunan pertemanan yang universal. Orang tua mendukung dengan mendorong anak memberi kenang-kenangan (timbal balik) membangun ide pada anak untuk empati. Jika saya senang menerima hadiah, maka mungkin teman saya akan senang juga jika saya memberinya hadiah juga.

 

Orang tua perlu mendorong dan menciptakan suasana kondusif bagi anak agar keterampilan sosialnya tumbuh, khususnya pada masyarakat yang berbhineka tunggal ika. Bhineka tunggal ika sendiri artinya kecenderungan dukungan seseorang terhadap gagasan keberagaman yang satu meliputi hak etnik, hak kelompok agama, semangat nasional, toleransi hidup beragama, dan kewajibannya terhadap gagasan menjadi kesatuan masyarakat (Meinarno, 2017).

 

Kemampuan Sosial dan (perkiraan) Masa Depan Anak

Tema berbhineka tunggal ika tidak semata kajian politik bangsa, setidaknya telah menjadi kajian psikologis (lihat Meinarno, 2017; Meinarno, Putri, & Fairuziana, 2019; Meinarno, 2023; Putra, Yustisia, Osteen, Hudiyana, & Meinarno, 2022; Meinarno & Putra, 2023). Pada tulisan Meinarno tentang gejala Agnez Mo, individu yang beridentitas sosial beragam dan banyak menghadapi banyak kondisi memungkinkan individu tidak terjebak pada satu pilihan tingkah laku saja. Dalam konteks wawancara Agnez, keuntungan hidup di Indonesia termasuk hal yang membuatnya dapat sukses saat ini (Meinarno, 2023). Pengalaman sosial yang menerima adanya perbedaan akan membuat individu aktif membangun ide psikologis sebagai individu yang bagian dari bangsa Indonesia (Meinarno & Putra, 2023).

 

Gejala-gejala yang diajukan (Meinarno, 2023; Meinarno & Putra, 2023) tidak berbeda dengan temuan empirik Putra, Yustisia, Osteen, Hudiyana, dan Meinarno (2022) mengenai unity in diversity (istilah asing untuk Bhinneka Tunggal Ika). Berbagai kelompok yang mengidentifikasi tinggi identitas nasional dan identitas agama, tetap mengajukan pentingnya unity in diversity. Dengan memperhatikan sampel penelitiannya yang terdiri dari dewasa muda, dapat diduga bahwa mayoritas dari mereka mengalami pengalaman hidup sosial yang beragam latar sosial budaya. Sekitar 20 tahun lalu mereka mempunyai pengalaman yang sama dengan anak dari Eko. Dengan demikian kemampuan sosial hanya mungkin terjadi ketika ada pengalaman.

 

Penutup

Kemampuan sosial anak mau tidak mau jelas perlu dibantu desain oleh orang tua. Orang tua perlu paham juga bahwa anak sejatinya pencari pengetahuan baru, penjelajah lingkungan alam dan sosial. Mereka senang dengan keberagaman. Memperbanyak ruang jumpa dan interaksi sosial akan mengokohkan apa yang secara alami ada pada diri anak. Seperti lagu anak-anak (AT Mahmud):

 

Pelangi pelangi

Alangkah indahmu

Merah kuning hijau

Di langit yang biru

Pelukismu agung

Siapa gerangan?

pelangi pelangi

Ciptaan Tuhan

 

Referensi:

 

https://www.kompas.com/edu/read/2022/12/13/135014371/3-alasan-keterampilan-sosial-penting-untuk-anak.

Meinarno, E. A. (2017). Peran identitas etnis, identitas agama, dan identitas nasional yang dimediasi nilai nasional terhadap Bhinneka Tunggal Ika. Disertasi tidak dipublikasikan. Jakarta: Universitas Persada Indonesia YAI.

Meinarno, E. A. (2023). Gejala Agnez Mo: Bhinneka Tunggal Ika yang Milenial. Buletin KPIN. Vol. 9 No. 02 Januari 2023. https://buletin.k-pin.org/index.php/daftar-artikel/1201-gejala-agnez-mo-bhinneka-tunggal-ika-yang-milenial.

Meinarno, E. A., & Putra, I. E. (2023). Psikologi Sosial Dalam Terapan: Turut Serta Merayakan Imlek. Buletin KPIN. Vol. 9 No. 03 Februari 2023. https://buletin.k-pin.org/index.php/daftar-artikel/1216-psikologi-sosial-dalam-terapan-turut-serta-merayakan-imlek

Meinarno, E. A., Putri, M. A., & Fairuziana. (2019). Isu-isu Kebangsaan dalam Ranah Psikologi Indonesia. Dalam Psikologi Indonesia. Penyunting Subhan El Hafiz dan Eko A Meinarno. KPIN Rajawali Pers.

Newman, B. M., & Newman, P. R. (2017). Development through life: A psychosocial approach. Cengage Learning.

Papalia, D.E., & Martorell, G. 2021. Experience Human Development., 14thEd., New York, NY: McGraw-Hill Education.

Putra, I. E., Yustisia, W., Osteen, C., Hudiyana, J., & Meinarno, E. A. (2022). “We support unity in diversity, but politic is a privilege for my group”: The roles of national identity × religious identity in predicting unity in diversity and political orientations. International Journal of Intercultural Relations, 87, 108-118. https://doi.org/10.1016/j.ijintrel.2022.01.011