Vol. 9 No. 13 Juli 2023
Menebar Kebaikan sebagai Janji Surgawi dan Tolong Menolong sebagai Ritual Sakral
Oleh:
Sastisesa Prameswari Suryo Yuwono
Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA
Sejatinya, semua agama yang ada di dunia ini mengajarkan kepada seluruh umatnya untuk menebarkan kebaikan kepada sesama. Sehingga, berbuat baik telah dianggap sebagai ajaran universal yang mana hampir dilakukan oleh umat manusia dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya yaitu perilaku tolong menolong.
Dalam bidang Psikologi, perilaku tolong menolong antar sesama dapat dipahami sebagai perilaku proporsional. Secara lebih lanjut, (Nashori, 2016) menjelaskan bahwasannya perilaku proporsional dapat dipahami sebagai perilaku yang memiliki konsekuensi positif kepada orang lain, tetapi tidak memiliki keuntungan yang jelas pada pelakunya. Adapun perilaku proporsional dibagi menjadi perilaku membantu dan altruisme. Secara khusus, altruisme memiliki pengertian sebagai perilaku pemberian pertolongan kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan dari orang tersebut.
Secara rasional, ketika individu membantu orang lain, maka perilaku membantu tersebut memiliki konsekuensi yang positif kepada orang lain. Hal ini dikarenakan individu tersebut telah memberikan beberapa sumber daya yang dimilikinya kepada orang lain seperti meluangkan waktu, tenaga, pikiran, bahkan dana sekalipun. Adapun perilaku proporsional dapat terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti: sosialisasi sejak masa kanak-kanak, dorongan dari orang lain, kin selection, empati, egoistic helping, kepribadian, faktor situasional.
Secara lebih lanjut, perilaku proporsional banyak ditekankan dalam Islam. Ini dikarenakan kesempurnaan iman, amal sholeh, dan akhlak yang terdapat dalam diri suatu individu dapat dilihat dari kualitas habluminallah dan habluminannas individu tersebut. Tentunya, sebagai umat beragama, individu tersebut diperintahkan untuk berperilaku proporsional dalam koridor kebaikan. Hal ini berarti perilaku tolong menolong hanya dilakukan dalam kebaikan dan tidak boleh dilakukan pada keburukan, kemaksiatan, dan kemungkaran.
Hal ini selaras dengan (Keputusan Muktamar Muhammadiyah Ke-44 Tanggal 8 s/d 11 Juli Di Jakarta, 2000) yang mana pada point ke-2 dalam bagian kehidupan bermasyarakat dijelaskan bahwasannya, “Setiap keluarga dan anggota keluarga Muhammadiyah harus menunjukkan keteladanan dalam bersikap baik kepada tetangga, memelihara kemuliaan dan memuliakan tetangga, bermurah-hati kepada tetangga yang ingin menitipkan barang atau hartanya, menjenguk bila tetangga sakit, mengasihi tetangga sebagaimana mengasihi keluarga/diri sendiri, menyatakan ikut bergembira/senang hati bila tetangga memperoleh kesuksesan, menghibur dan memberikan perhatian yang simpatik bila tetangga mengalami musibah atau kesusahan, menjenguk/melayat bila ada tetangga meninggal dan ikut mengurusi sebagaimana hak-hak tetangga yang diperlukan, bersikap pemaaf dan lemah lembut bila tetangga salah, jangan selidiki-menyelidiki keburukan-keburukan tetangga, membiasakan memberikan sesuatu seperti makanan kepada tetangga, jangan menyakiti tetangga, bersikap kasih sayang dan lapang dada, menjauhkan diri dari segala sengketa dan sifat tercela, berkunjung dan saling tolong menolong, dan melakukan amar ma’ruf nahi munkar dengan cara yang tepat dan bijaksana.
Sebagaimana perwujudan dari point tersebut, maka salah satu cara yang dapat dilakukan oleh seorang individu adalah dengan melakukan kegiatan keluarga pemberdayaan. Dengan harapan dapat dirasakan kebermanfaatannya terhadap salah satu keluarga dhuafa yang sebelumnya telah dipilih dengan berdasarkan pada ketentuan-ketentuan yang ada, diantaranya yaitu: keluarga tersebut memiliki pekerjaan atau usaha yang sekiranya dapat diberdayakan kembali, keluarga tersebut masih memiliki tanggungan berupa anak yang masih bersekolah, pendapatan dari pekerjaan atau usaha yang dihasilkan oleh keluarga tersebut masih kurang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Menebar Kebaikan sebagai Janji Surgawi dan Tolong Menolong sebagai Ritual Sakral. Pertama, dikatakan janji karena menebar kebaikan merupakan gagasan ideal yang menjanjikan kepuasan kosmik apabila kita mau, bisa, dan mampu melaksanakan ritual tolong menolong. Kedua, dikatakan sakral, bukan berarti bahwa ia suci nan kudus dalam artian umum. Sakral yang dimaksud memiliki arti kita melakukan tanpa kita pertanyakan.
Just do it!
Referensi:
Keputusan Muktamar Muhammadiyah Ke-44 Tanggal 8 s/d 11 Juli Di Jakarta. (2000). Pedoman Kehidupan Islami Warga Muhammadiyah. Journal Artickel, 1–25.
Nashori, F. (2016). Psikologi Islam: Dari Konsep Hingga Pengukuran. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.