ISSN 2477-1686
Vol. 9 No. 13 Juni 2023
Mengapa Nelayan Rentan dari Eksploitasi dan Perdagangan Manusia?
Oleh
Clara R.P. Ajisuksmo
Fakultas Psikologi, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Dalam catatan Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Kemeterian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, luas wilayah Indonesia yang membentang dari Sabang sampai Merauke secara keseluruhan adalah 7,81 juta Km2. Dari luas tersebut 3,25 juta Km2 adalah lautan dan 2,01 juta Km2 adalah daratan, sedangkan 2,55 juta Km2 adalah Zona Ekonomi Eksklusif (Pratama, 2020). Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan, dan memiliki potensi kelautan serta perikanan yang sangat besar. Perikanan merupakan sektor yang dapat diandalkan untuk pembangunan nasional. Potensi sumber daya ikan di perairan Indonesia sebesar 9,93 juta ton/tahun (Suman, dkk, 2016), dan Kementerian Kelautan dan Perikanan memperbarui data tersebut untuk tahun 2022 menjadi 12,01 juta ton/tahun (Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2022). Hal ini menunjukkan potensi sumber daya ikan di perairan Indonesia meningkat, dan oleh karena itu sumber daya laut harus dapat dikelola dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat, khususnya para nelayan. Sebagaimana yang diungkapkan dari penelitian International Organization for Migration (2016), diperkirakan ada 3,8 juta penduduk Indonesia yang bekerja pada industry perikanan, yang meliputi menangkap ikan di laut, melabuhkan ikan dan memproses untuk menjual ikan atau mengekspor ikan. Hal ini berarti bahwa kesejahteraan para nelayan sangat ditentukan oleh hasil tangkapan mereka (Wafi, Yonvitner & Yulianto, 2019).
Dalam kenyataan, sebagaimana yang diungkapkan oleh berbagai penelitian telah dilaporkan bahwa nelayan merupakan kelompok masyarakat yang tergolong miskin (Imron, 2003; Goso, Suhardi & Anwar, 2017; Siregar, dkk., 2017). Menurut Anwar dan Wahyuni (2019) 90 persen dari 16,2 juta nelayan di Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Siregar dkk. (2017) menunjukkan bahwa ada sepuluh indikator yang dapat dijadikan acuan dalam melihat kemiskinan nelayan, yaitu 1) pendapatan keluarga, 2) pengeluaran rumah tangga, 3) keadaan tempat tinggal, 4) fasilitas tempat tinggal, 5) kesehatan rumah tangga, 6) kemudahan pemanfaatan fasilitas tenaga kesehatan, 7) kualitas pendidikan keluarga, 8) kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan, 9) rasa aman dari gangguan kejahatan, dan 10) kemudahan mengakses teknologi informasi dan komunikasi. Sementara itu, Retnowati (2011) menjelaskan bahwa faktor yang ikut mempengaruhi rendahnya pendapatan nelayan adalah sistem bagi hasil yang tidak adil, dimana nelayan pemilik mendapat bagian hasil yang lebih banyak dari nelayan penggarap. Selain itu, pengetahuan dan keterampilan yang rendah, serta modal yang terbatas membuat nelayan rentan dari tekanan pemilik modal dan ketidakadilan dalam sistem bagi hasil. Sistem perdagangan dan pelelangan ikan yang tidak transparan juga dipandang sebagai faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan nelayan yang rendah.
Dari paparan di atas, pendidikan menjadi aspek yang mendasar bagi kelompok masyarakat nelayan untuk tidak dieksploitasi dan diperlakukan tidak adil. Dari berbagai penelitian pada keluarga nelayan, dilaporkan bahwa orang tua sesungguhnya mempunyai keinginan dan harapan bahwa anaknya dapat menempuh pendidikan formal yang lebih tinggi (Arista & Marhaeni, 2018; Hidayati, dkk., 2021), dan bahwa pendidikan untuk anak adalah hal penting untuk masa depan anak terutama untuk memperoleh pekerjaan dan kehidupan yang layak (Ramadhani, Suhaeb, & Idrus, 2022). Faktor yang menyebabkan rendahnya pendidikan anak adalah ekonomi dan penghasilan keluarga yang rendah sehingga orangtua tidak bisa menyekolahkan anak sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Selain itu salah satu faktor yang menyebabkan anak tidak dapat menempuh pendidikan yang lebih tinggi adalah karena tidak ada sekolah untuk jenjang yang lebih tinggi di daerah mereka (Ramadhani, Suhaeb, & Idrus, 2022).
Penelitian dari Ajisuksmo dan Surya (2019) menunjukkan bahwa efikasi diri, motivasi belajar dan prestasi belajar anak dari keluarga nelayan di pesisir Jakarta Utara rendah. Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian Arista dan Marhaeni (2018) yang melaporkan bahwa anak-anak dari keluarga nelayan kurang berminat dan menunjukkan kemauan untuk sekolah, dan cederung malas belajar. Penelitian Ramadhani, dkk. (2022) juga menunjukkan bahwa orang tua dari keluarga nelayan menyadari bahwa anak mereka belum lancar membaca dan kemampuan otak anak untuk mengikuti kegiatan belajar tergolong lamban.
Hasil penelitian Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bekerjasama dengan International Organization for Migration (IOM) melaporkan bahwa eksploitasi dan perdagangan manusia banyak terjadi di industri penangkapan ikan (International Organization for Migration, 2016). Kasus eksploitasi nelayan dalam industri penangkapan ikan adalah dengan mempekerjakan nelayan melebihi 20 jam kerja per hari selama 7 hari berturut-turut dalam seminggu. Dari laporan IOM (2016) juga dilaporkan bahwa para nelayan juga mengalami kekerasan yang dilakukan oleh pemilik kapal atau awak kapal senior. Sementara kasus perdagangan manusia dalam industri penangkapan ikan termasuk di dalamnya pemalsuan dokumen dan pemidahmuatan, seringkali berlalu tanpa hukum. Pendidikan dan keterampilan yang memadai sangat dibutuhkan oleh para nelayan buruh agar mereka dapat terlepas dari eksploitasi dan jerat dari para pengusaha perikanan atau nelayan pemodal atau pemilik kapal. Pengetahuan tentang perlindungan hukum dan pemenuhan hak-hak mereka sebagai manusia yang bermartabat sangat penting dan krusial demi peningkatan kesejahteraan mereka.
Referensi:
Ajisuksmo, C. R., & Surya, D. T. (2019). Efikasi Diri Dan Strategi Motivasi Sebagai Prediktor Prestasi Akademis Siswa Dari Keluarga Nelayan Tradisional. Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, 4(1), 72 - 85. https://doi.org/10.24832/jpnk.v4i1.1232
Anwar, Z & Wayuni, W. (2019). Miskin di laut yang kaya: Nelayan indonesia dan kemiskinan. Sosioreligius, IV(1), 51-60
Arista, L.D. & Marhaeni, S.S. (2018). Persepsi Masyarakat Nelayan Tentang Pentingnya Pendidikan Formal 12 Tahun (Studi Kasus di Desa Kedungrejo Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi). Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, 13(1): 12-17
Direktorat Jenderal Perikanan dan Tangkap (2022). KKP Perbarui Data Estimasi Potensi Ikan, Totalnya 12,01 Juta Ton per Tahun. https://kkp.go.id/djpt/artikel/39646-kkp-perbarui-data-estimasi-potensi-ikan-totalnya-12-01-juta-ton-per-tahun
Goso, G. & Anwar, S.M. (2017). Kemiskinan Nelayan Tradisional Serta Dampaknya Terhadap Perkembangan Kumuh. Jurnal Manajemen, 3(1): 25-36
Hidayati, I., Ghani, M.W., Putri, I., Widayatun, W. & Situmorang, A. (2021). Aspirasi Keluarga Nelayan Pantai Utara Jawa Terhadap Pendidikan Anak. Society, 9(2): 607-623. https://doi.org/10.33019/society.v9i2.329
Imron, M. (2003). Kemiskinan Dalam Masyarakat Nelayan. Jurnal Masyarakat dan Budaya, 5(1): 63-81.
International Organization for Migration (2016). Laporan Mengenai Perdagangan Orang, Pekerja Paksa, Dan Kejahatan Perikanan Dalam Industri Perikanan Di Indonesia. https://kkp.go.id/wp-content/uploads/2017/01/8-IOM_KKP_Conventry_INDO_hires-min.pdf
Pratama, O. (2020). Konservasi Perairan Sebagai Upaya menjaga Potensi Kelautan dan Perikanan Indonesia. https://kkp.go.id/djprl/artikel/21045-konservasi-perairan-sebagai-upaya-menjaga-potensi-kelautan-dan-perikanan-indonesia
Ramadhani, M.D.P., Suhaeb, F.W. & Idrus, I.I. (2022). Permasalahan Pendidikan Anak Nelayan Miskin Di Kampung Nelayan Untia Kota Makassar. Jurnal Predestinasi, 15 (1):
Retnowati, E. (2011). Nelayan Indonesia dalam pusaran kemiskinan struktural (Perspektif sosial, ekonomi dan hukum). Perspektif. Kajian Masalah Hukum dan Pembangunan, 16 (3). 149-159. DOI: https://doi.org/10.30742/perspektif.v16i3.79
Siregar, N.R., Suryana, A.A.H., Rostika, R. & Nurhayati, A. (2017). Analisis Tingkat Kesejahteraan Nelayan Buruh Alat Tangkap Gill Net Di Desa Sungai Buntu Kecamatan Pedes Kabupaten Karawang. Jurnal Perikanan dan Kelautan, VIII (2): 112-117.
Suman, A., Irianto, H.E. Satria, F, & Amri, K. (2016). Potensi dan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di wilayah pengelolaan perikanan negara republik indonesia (wpp nri) tahun 2015 serta opsi pengelolaannya. Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia (JKPI), 8(2), 97-110.
Wafi, H., Yonviter, Y. & Yulianto, G. (2019). Tingkat Kesejahteraan Nelayan dari Sistem Bagi Hasil di Selat Sunda. Jurnal Pengelolaan Perikanan Tropis, 3(2):1-8 DOI: https://doi.org/10.29244/jppt.v3i2