ISSN 2477-1686

 

Vol. 9 No. 12 Juni 2023

 

Peran Psikologi Forensik dalam Pendekatan Viktimologi Pada Korban Kekerasan Seksual

 

Oleh:

Latifa Setya Priani & Putri Pusvitasari

Program Studi Psikologi, Fakultas Ekonomi dan Sosial, 

Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

 

Viktimologi dilihat dari aspek etimologi berasal dari kata victim yang dapat diartikan sebagai korban dan juga logos berarti ilmu pengetahuan. Terminologi viktimologi diartikan sebagai suatu ilmu yang mengkaji terkait korban, seperti penyebab terjadinya korban dan juga akibat timbulnya korban dalam konteks kehidupan sosial yang merupakan masalah manusia (Kusumowardhani, 2017). Viktimologi ada setelah kriminologi yang diuji oleh beberapa tokoh yaitu Hans von Hentig, Benjamin Mendelsohn, dan Stephen Schafer (O’Connell, 2013). Hal ini disebabkan karena kriminologi lebih fokus dan berorientasi pada pelaku tindak pidana, hak-hak korban dan pengembangan sistem untuk mengurangi penderitaan kurang  diperhatikan.

 

Menurut O’Connel (dalam Kusumowardhani, 2017) pengertian korban secara global diklasifikasikan menjadi dua. Pertama, dalam arti sacrifice korban merupakan untuk pengorbanan, yang berkaitan dengan sesuatu yang bersifat metafisik, dan supranatural. Contoh ketika korban dalam upacara keagamaan dan semacamnya yang ditujukan untuk persembahan dewa, pengampunan, penghormatan, ungkapan terimakasih, penebusan dosa, dan lain-lain. Pada Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 pasal 1 angka 2 tentang perubahan Undang-Undang No.13 Tahun 2006 terkait perlindungan saksi dan korban. Dimana dijelaskan bahwa korban merupakan individu yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan kerugian ekonomi yang disebabkan dari suatu tindak pidana. Hak dan kewajiban dari ketentuan dalam peraturan perundang-undangan lebih fokus pada hak-hak pelaku itu sendiri daripada hak-hak korban. Korban sendiri yaitu pihak yang sangat dirugikan secara materi ataupun non materi. Tentunya negara wajib mengedepankan hak kepentingan korban, selain memberikan sanksi pada pelaku (Swandari, Dewi, dan Suryani, 2022).

 

Berdasarkan jenis viktimisasi, ada beberapa penggolongan tipe korban antara lain, korban bencana alam atau penyebab lain, korban struktural atau korban penyelahgunaan kekuasaan, dan yang terakhir yaitu korban tindak pidana. Dimana korban tindak pidana mencakup korban keekrasan seksual, karena berdasar pengertian dan ruang lingkup menyangkut ketentuan pada perumusan undang-undang (Tangahu, 2015). Tindak kriminal kekerasan seksual atau sexual abuse marak terjadi di tengah masayarakat bahkan korbannya adalah anak di bawah umur. Dalam (Swandari dkk., 2022) kekerasan seksual ini dikategorikan menjadi dua, yaitu kategori penyerangan dan tanpa penyerangan. Dikategorikan sebagai penyerangan ketika menimbulkan cidera pada korban. Sedangkan dikategorikan tanpa penyerangan ketika korban mengalami trauma emosional dari peristiwa yang dialami.

 

Pendekatan viktimologi sangat membutuhkan peran psikologi sebagai ilmu yang mempelajari perilaku. Psikologi, khususnya psikologi forensik merupakan salah satu unsur yang penting dalam peran prevensi terhadap peluang terjadinya viktimisasi, peran penegakan diagnosis viktimisasi, serta peran rehabilitatif ketika korban mengalami defungsionalisasi dalam kehidupan sehari-hari akibat kejadian yang menimbulkan korban (Kusumowardhani, 2017). Hal ini sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No.13 Tahun 2006  tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Peran psikologi forensik dalam pendekatan viktimologi, yaitu 1) Pada tataran fungsi mikro dalam pendekatan viktimologi, psikologi forensik dibutuhkan untuk memberikan layanan psikologis terhadap korban dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan korban supaya dapat berfungsi selayaknya sebelum timbulnya viktimisasi. Tentunya psikologi juga dibutuhkan untuk memenuhi dan mengoptimalkan fungsi sistem peradilan pidana sehingga peradilan pidana dapat melakukan pemenuhan hak para korban. 2) Berdasarkan kajian keilmuan ataupun dalam lingkup praktis, keberfungsian aspek mikro dan makro dimana praktik psikologi dapat dimanfaatkan, kajian psikologi juga sangat dibutuhkan dalam membantu proses peradilan pidana supaya berjalan sesuai aturan perundang-undangan. Artinya dalam artian melakukan preventif sebelum terjadinya sebuah tindak kriminal. Ketika sudah terdapat tindak pidana yang berproses dari kepolisian, kejaksaan hingga hakim di pengadilan, kemudian berlanjut pada proses rehabilitasi. Kajian psikologi juga membantu dalam pembuatan kebijakan, berbagai program pada institusi dengan kontribusi berupa pemikiran terkait hukum positif yang berlaku.

 

Berbicara mengenai peran psikologi forensik khususnya pada tinjauan viktimologi korban kekerasan seksual, penelitian sebelumnya (Ummah, 2018) berpendapat bahwa korban kekerasan seksual wajib dilindungi, mulai dari proses penyidikan hingga tahap persidangan. Dimana harus terjamin keamananya untuk menghindari ketakutan dalam memberikan kesaksian. Pada proses inilah peran psikolog dibutuhkan untuk mendampingi korban. Tercantum dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Pasal 69 bahwasanya perlindungan khusus bagi anak korban kejahatan seksual sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 ayat (2) huruf j dimana dilakukan upaya berupa: a) edukasi terkait Kesehatan reproduksi, nilai agama, dan kesusilaan; b) rehabilitasi sosial; c) pendampingan psikososial ketika pengobatan sampai pemulihan; dan d) pemberian pelindungan serta pendampingan pada saat tingkat pemeriksaan mulai dari penyidikan, penuntutan, sampai sidang pemeriksaan pada persidangan pengadilan. Pada poin c dan d dapat dijadikan landasan dasar psikologi forensik sebagai bentuk perlindungan khusus supaya terjaminnya psikologis anak korban tindak kekerasan seksual (Swandari dkk., 2022). Selain itu peran psikologi forensik menurut Kusumowardhani (dalam Swandari dkk., 2022) di sini yaitu memberikan penanganan pada korban yang mengalami trauma untuk dilakukan observasi psikologis guna mengembalikan kondisi psikologi dan sosial anak.

 

Psikolog forensik ternama yaitu Thomas Grisso (dalam Swandari dkk., 2022) memberikan definisi untuk mewakili para psikolog, yaitu semua psikolog forensik ialah psikolog, eksperimental atau klinis yang berfokus untuk menghasilkan penelitian psikologi yang berguna sebagai informasi yang dapat diajukan dalam pengadilan. Sehingga pada kasus kekerasan seksual, peran psikologi forensik sangat penting terhadap penanganan kasus korban. Dalam kasus kekerasan yang mana dapat menyebabkan trauma diperlukan pendampingan oleh psikolog supaya korban mampu mengendalikan diri atas peristiwa yang dialaminya.

 

Referensi

 

Kusumowardhani, R. (2017). Perspektif Psikoviktimologi dalam Pendampingan Dan Perlindungan Anak Korban Kekerasan Seksual. Egalita, 10(2). https://doi.org/10.18860/egalita.v10i2.4544

O’Connell. (2013). materi-1-voc-historyofvictimology_oconnell.

Swandari, N. M., Dewi, A. A. S. L., & Suryani, L. P. (2022). Tinjauan Teoritis Psikologi terhadap Anak yang Menjadi Korban Kekerasan Seksual. Jurnal Konstruksi Hukum, 3(1), 184–190. https://doi.org/10.22225/jkh.3.1.4418.184-190

Tangahu, H. E. (2015). Peranan Psikiater Kriminal Terhadap Korban Tindak Pidana Dalam Proses Penyidikan1. Proceedings of the National Academy of Sciences, 3(1), 1–15.

Ummah, S. R. (2018). Pornografi Ditinjau dari Hukum Positif dan Hukum Pidana Islam. Al-Qanun: Jurnal Pemikiran Dan Pembaharuan Hukum Islam, 20(1), 26–35. https://doi.org/10.15642/alqanun.2017.20.1.26-35

UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban