ISSN 2477-1686
Vol. 9 No. 06 Maret 2023
Bagaimana Anak Membangun Konsep?
Oleh:
Sri Redatin RetnoPudjiati & Eko A. Meinarno
Fakutas Psikologi, Universitas Indonesia
Bagi masyarakat, adalah suatu hal yang menakjubkan ketika anak mampu bicara dan mengetahui obyek yang dia bicarakan. Sebagai contoh, ketika anak mampu menunjuk seekor kambing sambil melafalkan “mbing” (salah satu suku kata kambing) atau “mbeek” (suara bunyi kambing) maka kita sebagai orang dewasa akan terkagum-kagum. Padahal nyaris semua orang dewasa yang kagum juga lakukan hal yang sama saat anak-anak. Ketika anak menunjuk dan kemudian menegaskannya dalam bentuk lafal merupakan salah satu wujud dari kemampuan-kemampuan dasar tahapan perkembangan manusia.
Proses Dimulai
Belajar dimulai sejak masa yang amat dini, ketika baru saja lahir bahkan dipercaya sejak dalam kandungan sudah terjadi namun ilmuwan memastikan sejak anak menyadari keadaan di sekelilingnya. Misalnya seorang bayi yang terbiasa mendengar suara ibunya yang lemah lembut akan terkejut dan bahkan menangis jika mendengar suara pamannya yang keras. Gejala ini menandakan bahwa bayi sudah mulai bisa membedakan konsep suara lembut – keras. Dengan kemampuan membedakan suara keras dan lembut, maka anak akan dapat membangun konsep ritme. Melalui pembentukan konsep maka anak akan mulai mengenal dasar-dasar dari pengenalan objek seperti berbagai bunyi, jumlah kaki dan sebagainya; perencanaan tindakan seperti apakah akan mendekat untuk memastikan bunyinya sama, akan menghitung jumlah kaki untuk memastikan dan lain-lain; berbahasa, misalnya bertanya apakah bunyi suara kambing yang ditemui dekat rumah sama dengan yang dia lihat di kebun binatang dan sebagainya; serta berpikir (Kiefer & Pulvermüller, 2012).
Anak mulai menggali informasi tentang dunia sekitarnya dengan cara menyadari stimulus yang ada kemudian membuat konsep spesifik terkait dengan lingkungan yang ditinggali oleh anak (Adriana & Andrea, 2017). Konsep tersebut didapatkan oleh anak dari apa yang mereka alami dan didukung oleh beragam penjelasan anak mengenai fenomena tertentu (Adriana & Andrea, 2017). Aktivitas yang dilakukan anak pada objek tertentu merupakan penyebab yang paling utama pembentukan konsep pada anak yang dibangun sedikit demi sedikit (Piaget, 1999), misalnya anak yang selama ini mengenal kucing di rumah yang bulunya amat lebat akan kaget melihat binatang berkaki empat di taman yang ternyata bulunya amat pendek dan berbunyi meoong. Ia juga bertanya kepada ibu apakah binatang itu adalah kucing, dan ibu mengatakan bahwa itu benar kucing, maka ia berkesimpulan bahwa kucing memiliki bulu panjang dan pendek. Dalam membangun konsep mengenai objek, anak melakukan interaksi dengan lingkungan dengan mengenali dan melakukan generalisasi secara berulang (Piaget, 1999), anak tidak cukup hanya melihat kucing dari buku-buku cerita, youtube atau televisi ia perlu juga melihat kucing secara langsung, sehingga kumpulan pengetahuan mengenai berbagai kucing menjadi semakin lama semakin banyak dan ia dapat membentuk kumpulan pengetahuan mengenai kucing. Konsep mengenai objek merupakan content atau isi dari kognisi anak, yaitu skema yang mendasari berbagai tingkah laku anak terhadap objek (Wadsworth, 2004).
Anak Berkonsep
Perkembangan kognitif seorang anak menurut Piaget (1961) salah satunya juga dipengaruhi oleh pengalaman sosial (social experience). Pengalaman sosial merujuk kepada bagaimana pengaruh dari budaya atau lingkungan pendidikan, berdasarkan pengalaman dari orang lain, meliputi pertukaran ide antara anak dan orang lain (Wadsworth, 2004; Miller, 2011). Anak dapat mencocokkan informasi baru yang didapatkan dengan pengetahuan yang dimiliki melalui hasil diskusi dengan orang lain di sekitarnya sehingga membentuk konsep baru (Miller, 2011). Anak pada awalnya memahami binatang berkaki empat, memiliki kumis, berbulu panjang dan berbunyi meong yang ada di rumah adalah seekor kucing dari keterangan yang diberikan oleh ibu. Saat kemudian di taman dia melihat binatang yang sama namun berbulu pendek, tidak serta merta dia mengatakan itu kucing. Kebimbangan anak yang kemudian mendapat kepastian dari ibu memang kucing, memperlihatkan bahwa ia memiliki pengetahuan baru atau perubahan pada skema yang dimilikinya dari hasil social experience, yaitu pertukaran ide antara anak dan lingkungan (Wadsworth, 2004; Miller, 2011). Pengalaman aktif yang dilakukan mencerminkan bahwa anak melakukan tindakan pada objek, bukan apa yang dihadirkan objek tersebut (Miller, 2011).
Perolehan konsep pada seorang anak atau individu didapat melalui pengalaman sosial (social experience) atau kegiatan yang dilakukan dengan orang lain, meliputi pertukaran ide antara anak dan orang lain (Wadsworth, 2004; Miller, 2011). Dengan demikian ketika anak mengatakan “mbing’ atau “mbeek” sambil menunjuk kambing, kita sedang melihat proses anak membangun konsep kambing dan ternyata prosesnya juga panjang.
Referensi
Adriana, W., & Andrea, D. (2017). How Food is Processed in the Human Body or Children's Concepts of How the Digestive System Works. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 237, 1582-1587.
Kiefer, M., & Pulvermüller, F. (2012). Conceptual representations in mind and brain: theoretical developments, current evidence and future directions. Cortex, 48(7), 805-825.
Miller, P. H. (2011). Theories of developmental psychology. 5th edition. New York: Worth Publishers.
Piaget, J. (1961). The genetic approach to the psychology of thought. Understanding Children, 52, 35.
Piaget, J. (1999). The construction of reality in the child. New York: Basic Books.
Wadsworth, B. J. (2004). Piaget’s theory of cognitive and affective development. Boston: Pearson Education Inc.