ISSN 2477-1686
Vol. 8 No. 24 Desember 2022
Self-Regulated Learning pada Siswa
Sekolah Menengah Atas (SMA) dalam
Pembelajaran Jarak Jauh
Oleh:
Kornelius Farrel Dwi Putra & Penny Handayani
Fakultas Psikologi, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Pada kehidupan normal, masyarakat berharap supaya dapat pergi bekerja, belajar di sekolah bersama teman-temannya, dan dapat beraktivitas seperti biasa. Namun, pada saat ini terdapat pandemi COVID-19 yang mengharuskan seluruh masyarakat untuk melakukan semua aktivitasnya di rumah, yang sangat merasakan dampaknya adalah pelajar. Apakah pelajar dapat melewati proses pembelajaran jarak jauh ini?
COVID-19 merupakan penyakit yang disebabkan oleh Sars-CoV 2 disebut juga virus Corona yang menyerang sistem pernapasan dan dapat menular melalui kontak langsung dan pertukaran cairan dari tubuh (Alodokter, 2020). Adanya COVID-19 tersebut menyebabkan pemerintah membuat kebijakan PSBB di Indonesia. PSBB diberlakukan sejak bulan April 2020, dimana seluruh masyarakat dihimbau untuk beraktivitas di rumah dan berdampak besar terhadap kegiatan masyarakat. Pandemi ini telah memaksa orang-orang dari seluruh dunia untuk lebih menghabiskan waktu di rumah bersama keluarga. Adanya pandemi dan PSBB yang diberlakukan di Indonesia ini berdampak terhadap karyawan yang bekerja dari rumah, dalam pandemi ini yang sangat merasakan dampaknya adalah seorang pelajar yang melakukan semua kegiatan belajar mengajar di rumah secara daring atau pembelajaran jarak jauh (The New York Times, 2020).
Salah satu kebijakan pemerintah yang dikeluarkan adalah kebijakan pembelajaran jarak jauh untuk seluruh siswa karena adanya pembatasan sosial. Pembelajaran jarak jauh merupakan pembelajaran dengan menggunakan jaringan internet yang mudah diakses, fleksibel, dan mampu memunculkan berbagai macam interaksi dalam belajar dan mengajar (Putri, 2021).
Umar dan Nursalim (2020) menjelaskan bahwa terdapat beberapa dampak yang dirasakan siswa selama melakukan pembelajaran jarak jauh, yaitu siswa merasa kesulitan beradaptasi dengan kegiatan belajar secara jarak jauh, siswa perlu memenuhi kebutuhan fasilitas pendukung dalam kegiatan belajar jarak jauh, siswa perlu memenuhi kebutuhan fasilitas pendukung dalam kegiatan belajar jarak jauh, siswa juga perlu mempelajari cara-cara mengoperasikan laptop, smartphone, dan internet. Siswa lebih mudah merasa jenuh selama proses kegiatan belajar yang dilakukan dari jarak jauh, dan selama kegiatan belajar jarak jauh, siswa menjadi lebih banyak memiliki tugas.
Soekartawi (2016) menjelaskan bahwa terdapat keunggulan dari proses pembelajaran jarak jauh atau melalui daring ini, yaitu dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam mengatasi masalahnya secara mandiri. Psikologi mengenal kemampuan tersebut dengan istilah regulasi diri (self-regulation). Namun, pada siswa SMA juga lebih memilih untuk berkumpul bersama teman-temannya dan berpacaran, jika untuk melakukan pembelajaran jarak jauh siswa SMA tersebut menolak karena kurangnya motivasi untuk melakukan pembelajaran jarak jauh yang dapat disimpulkan bahwa kurangnya self-regulation pada diri siswa SMA. Maka dari itu, siswa SMA perlu mengatur dirinya untuk melakukan pembelajaran jarak jauh supaya dapat lebih termotivasi (self-regulated learning).
Self-regulated learning merupakan suatu kemampuan individu untuk menjadi partisipan aktif baik secara metakognisi, motivasi, serta perilaku didalam proses belajar (Clark & Zimmerman, 1990). Secara metakognisi, individu membuat perencanaan, mengorganisir, mengarahkan, melakukan monitoring, dan melakukan evaluasi diri di tiap tingkatan yang berbeda dari yang telah mereka pelajari. Secara motivasi, individu merasa bahwa dirinya kompeten dan mandiri. Secara perilaku, individu melakukan pemilihan, penyusunan, serta penciptaan lingkungan belajar yang optimal (Mukhid, 1998).
Faktor internal yang menjadi kendala siswa dalam proses pembelajaran jarak jauh, seperti siswa mudah merasa malas dan bosan, kegiatan belajar secara mandiri pada siswa SMA pada saat pembelajaran jarak jauh ini tanpa adanya pengawasan dari guru membuat siswa memiliki semangat belajar yang kurang, lebih banyaknya tugas yang dibebankan kepada siswa saat belajar secara daring yang membuat siswa merasa terbebani. Masalah dari faktor internal siswa yang dialami selama proses belajar secara daring tersebut akan dapat diatasi apabila siswa memiliki self-regulated learning yang baik. Siswa yang mempunyai self-regulated learning yang baik akan memiliki kemampuan belajar akademik dan mampu mengendalikan dirinya dengan baik sehingga akan menciptakan proses belajar yang lebih mudah dan siswa akan menjadi termotivasi (Glynn et al., 2005).
Zimmerman (1989) menguraikan beberapa saran atau tahapan dalam memunculkan self-regulated learning yang bagus, yaitu
1. Tahap persiapan.
Pada tahap ini, strategi self-regulated learning yang diterapkan adalah penetapan tujuan dan perencanaan, efikasi diri, mengorganisir dan mengubah, mencari informasi, pengkondisian lingkungan, dan konsekuensi diri sendiri.
2. Tahap pelaksanaan.
Pada tahap ini, strategi self-regulated learning yang diterapkan adalah mempertahankan catatan dan memonitor, berlatih dan menghafal, mencari bantuan sosial, dan meninjau catatan.
3. Refleksi diri.
Pada tahap ini, strategi self-regulated learning yang diterapkan adalah evaluasi diri. Tahap ini merupakan tahap akhir dimana dalam tahap ini siswa akan melihat kembali kinerja yang telah mereka lakukan dan menentukan konsekuensi apa yang mereka dapat dari kinerja tersebut. Pada tahap ini diharapkan timbulnya reaksi adaptif siswa, yaitu siswa menunjukkan perilaku yang mendorong peningkatan keefektifan proses belajar.
Maka sangat dapat terlihat bahwa faktor internal dari self-regulated learning menjadi sangat berperan penting pada saat ini ketika siswa, terutama siswa SMA menghadapi pembelajaran jarak jauh. Di mana, siswa SMA perlu memiliki self-regulated learning supaya dapat membagi waktu antara mengerjakan tugas dan bermain, serta dapat mengatur dirinya untuk lebih fokus dan termotivasi dalam melaksanakan proses pembelajaran jarak jauh, serta dapat mengatur dirinya untuk lebih mengutamakan belajar, bukan mengutamakan gangguannya, seperti pergi bersama teman maupun pergi bersama seorang kekasih.
Referensi:
Clark, N. M. & Zimmerman, B. J. (1990). A social cognitive view of self-regulated learning about health. Health Education Research, 5(3), 371-379. https://doi.org/10.1093/her/5.3.371.
Glynn, S. M., Aultman, L. P., & Owens, A. M. (2005). Motivation to learn in general education programs. The Journal of General Education, 54(2), 150-170. https://doi.org/10.1353/jpe.2005.0021.
Mukhid, A. (1998). Strategi self-regulated learning (Perspektif Teoritik). Journal of Educational Psychology, 82(1), 33-40.
Pane, M. D. C. Alodokter.com. (2020). Virus corona. Diambil dari https://www.alodokter.com/virus-corona.
Putri, R. A. T. (2021). Dampak pembelajaran jarak jauh bagi siswa di tengah Covid 19. Kumparan.com. Diambil dari Dampak Pembelajaran Jarak Jauh Bagi Siswa di Tengah Covid-19 | kumparan.com.
Santrock, J. W. (2019). Life-span development (7th ed.). 2 Penn Plaza, New York: McGraw-Hill Education.
Soekartawi, S. (2006). Blended e-learning: Alternatif model pembelajaran jarak jauh di Indonesia. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi (SNATI). Diambil dari http://journal.uii.ac.id/Snati/article/view/1461.
The New York Times. (2020). What Students Are Saying About Family Conflict in Quarantine, Starting Over and Health Care Heroics. Diambil dari https://www.nytimes.com/2020/04/23/learning/what-students-are-sating about-family-conflict-in-quarantine-starting-over-and-health-care heroics.html.
Wibowo, C. L. P. & Wiryosutomo, H. W. (2021). Studi pustaka peran self-regulated learning dalam membantu siswa belajar di masa pandemi covid-19. Surabaya: Jurnal Unesa. Diambil dari https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id.
Zimmerman, B. J. (1989). A Social Cognitive View of Self-Regulated Academic Learning. Journal of Educational Psychology, 81(3), 329-339. https://doi.org/10.1037/0022-0663.81.3.329.