ISSN 2477-1686
Vol. 8 No. 23 Desember 2022
Siapa yang Membibit Akhlak Mulia pada Anak?
Oleh
Eva Septiana & Eko A Meinarno
Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia
Kita sering mendengar atau menemui kejadian seorang anak yang sering dikatakan anak yang tutur katanya baik, berperilaku sopan, ternyata melakukan tindakan salah, misalnya ikut merundung teman satu kelasnya? Atau di tingkat nasional ada pejabat yang terlihat sopan dan santun diketahui mencuri uang institusi? Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan tingkah laku antara apa yang ditampilkan kepada publik dengan yang dilakukan oleh dirinya untuk kepentingan dirinya.
Sebagian orang tua (jika tidak bisa dikatakan semua) tidak ingin hal tadi terjadi pada anak-anaknya. Harapan terbaiknya adalah anak bertingkah laku baik (akhlak) pada dirinya selalu menjaga integritas dan merawat dirinya sendiri baik secara fisik, mental, maupun spiritual, serta pada akhirya ia mampu adil terhadap sesama manusia (Kajian Pengembangan Profil Pelajar Pancasila/KP4, 2020). Ide ini dapat disingkat sebagai watak akhlak mulia.
Watak yang Dituju
Artikel ini hendak membuka peluang kontribusi orang tua dalam membentuk watak akhlak mulia. Akhlak mulia ini dapat berdiri jika anak membangun hubungan yang baik terhadap Tuhannya, sesama manusia dan pada alam lingkungan hidupnya (KP4, 2020). Watak ini yang juga tengah dibangun oleh pihak sekolah. Dengan demikian proses pembangunan watak akhlak mulia juga dilakukan di sekolah. Yang menjadi penting adalah ketika di rumah, anak bersama keluarga. Watak yang dibangun di sekolah juga perlu dukungan dari orang tua, karena anak adalah tanggung jawab orang tuanya.
Peran Orang Tua
Anak adalah peniru paling ulung, anak akan belajar melalui apa yang dilihatnya dari lingkungan. Proses belajar ini disebut sebagai belajar sosial. Bagi anak orang tua adalah sumber rujukan hidupnya. Interaksi terbesar dan pihak yang paling berpengaruh dalam dunia sosial anak dimulai dari orang tua, maka tidak mengherankan jika orang tua menjadi rujukan dalam berpikir dan bertindak. Dalam wujud tingkah laku, orang tua adalah panutan. Hal yang dibutuhkan adalah berupa panutan, yang dalam hal ini adalah orang tua (Dewantara, 1935 [2004]; Wulandari & Kristiawan, 2017).
Perlu dicatat juga bahwa anak juga membangun standar sendiri walau sudah mendapat rujukan orang tua. Mereka bisa juga mendapat pengaruh dari teman-temannya. Namun jika orang tua telah meletakkan standar-standar tertentu sebagai acuan diri, maka anak akan tetap memilih tingkah laku apa dari temannya yang layak bagi dirinya dan mana tingkah laku yang tidak ia pilih.
Orangtua perlu mengetahui seluk-beluk dari bagaimana mewujudkan akhlak baik. Dalam keseharian orang tua tunjukkan keselarasan diri antara tingkah laku relijius yang tampil. Misalnya jika menjalankan ibadah tepat waktu maka ketika membuat janji pertemuan dengan orang lain akan juga tepat waktu. Orang tua tidak perlu ragu mengucapkan terima kasih kepada orang lain atau mengapresiasi hasil kerja orang lain di depan anak. Anak akan belajar untuk dapat menghargai orang lain. Bagaimana peran orangtua terhadap pembentukan perilaku yang bermoral pada anak dibuktikan dari hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh kelekatan orangtua-anak terhadap identitas moral, yang pada penelitian ini ditemukan bahwa semakin tinggi rasa kelekatan anak dengan orangtuanya maka semakin kuat pula seseorang mengidentifikasi dirinya dengan nilai-nilai moral, begitu pula berperilaku sesuai moral (Murti & Septiana, 2019). Hasil penelitian ini ingin mengatakan bahwa pembentukan nilai-nilai moral anak sesuai dengan penjelasan dari Gentina, Tang, dan Gu (2015), bahwa seorang anak yang memiliki ikatan yang cukup kuat dengan orangtuanya, akan cenderung semakin menginternalisasikan nilai-nilai moral atau sosial yang diajarkan oleh orangtuanya; begitu pula ia semakin mampu mengendalikan dirinya dari perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai tersebut karena kontrol dari orangtuanya cukup berpengaruh terhadap dirinya. Hal itu karena peran sosialisasi nilai-nilai dari orangtuanya begitu penting bagi dirinya dan sangat berpengaruh terhadap identitas dirinya.
Beberapa Langkah Orang Tua untuk Membentuk Watak Akhlak Baik
Pengejawantahan akhlak baik kepada Tuhannya, dapat dalam berbagai perwujudan. Satu diantaranya membiasakan dilakukannya proses diskusi antara orangtua dan anak mengenai mengapa kita perlu menjalankan kegiatan ibadah dan keselarasannya dengan tingkah laku sehari-hari. Dialog juga dapat dilakukan misalnya dengan menanyakan mengapa kita perlu berperilaku adil, perlu menyayangi sesama manusia, dan menjaga kehidupan alam sekitar.
Pengejawantahan akhlah baik terhadap sesama manusia dapat dalam berbagai bentuk kegiatan. Sebagai contoh orang tua membacakan buku cerita/dongeng (pada anak usia PAUD/TK) atau cerita dengan topik mengenai berakhlak baik. Dengan membacakan cerita ini, diharapkan anak akan memiliki gambaran perilaku kongkrit yang diharapkan. Orangtua dapat menanyakan pendapat anak mengenai isi buku cerita tersebut dan bila anak bertanya maka orangtua dapat menjelaskan sesuai dengan bahasa yang dapat dipahami anak. Selain dapat memberikan pemahaman pada anak kegiatan membacakan buku cerita ini juga dapat mempererat hubungan emosional antara orangtua dan anak.
Agar perilaku anak yang muncul yang sesuai dengan harapan orangtua ini dapat menetap, orangtua perlu memberikan penghargaan berupa pujian dan apresiasi. Melalui usaha ini diharapkan anak akan mengulang perilakunya dan lama-lama menjadi sebuah kebiasaan yang menetap.
Hubungan diri dan alam lingkungan hidup menjadi isu penting saat ini. Penelitian pada anak-anak usia SD di Malaysia menunjukkan kebutuhan peran orang tua dalam membangun kepedulian pada alam (Abdullah, Shafii, & Seow, 2013). Bencana semakin terasa dan tidak jauh dari lingkungan rumah. Indikator untuk menjaga alam juga tidak terlalu jauh dari kehidupan. Terdapat delapan indikator tingkah laku baik pada alam yakni (1) menjaga kelestarian lingkungan sekitar, (2) tidak mengambil, menebang atau mencabut tumbuh-tumbuhan yang terdapat di sekitar lingkungan, (3) tidak mencoret-coret, menorehkan tulisan pada pohon, batu-batu, jalan atau dinding, (4) membuang sampah pada tempatnya, (5) tidak membakar sampah di sekitar perumahan, (6) melaksanakan kegiatan membersihkan lingkungan, (7) menimbun barang-barang bekas, dan (8) membersihkan sampah-sampah yang menyumbat saluran air (Nenggala 2007 dalam Kasi, Sumarmi, & Astina, 2018). Kedelapan indikator itu sebagian besar dapat ditunjukkan orang tua kepada anak-anak. Indikator yang mudah terlihat ini akan menjadi dasar panutan dan peniruan anak, yang pada akhirnya membentuk watak akhlak baik.
Penutup
Membangun anak yang berakhlak baik tidak dapat dilakukan secara instan. Perlu upaya terus-menerus, terutama oleh orangtua dalam memberikan contoh dan pendekatan yang tepat, tidak hanya berupa nasehat secara verbal. Pengembangan watak ini merupakan investasi jangka panjang bagi keluarga dan masyarakat.
Referensi
Abdullah, N. H. L., Shafii, H., & Seow, T. W. (2013). Pengetahuan dan tingkah laku murid terhadap alam sekitar: satu kajian awal. Persidangan Kebangsaan Geografi dan Alam Sekitar Kali Ke, 4, 5-6.
Bandura, A. (2014). Social cognitive theory of moral thought and action. In Handbook of moral behavior and development (pp. 69-128). Psychology press.
Dewantara, 1935[2004]. Keluarga sebagai pusat pendidikan. Dalam Karya KH Dewantara Bagian Pertama. Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa. Yogyakarta.
Gentina, E., Tang, T. L., & Gu, Q. (2017). Does bad company corrupt good morals? social bonding and academic cheating among french and chinese teens. Journal of Business Ethics, 146(3), 639-667. doi:10.1007/s10551-015-2939-z
Murti, AK, Septiana, E. (2019). Peran Mediasi Identitas Moral dalam Pengaruh Kelekatan Orangtua-Anak terhadap Kecurangan pada Mahasiswa. Skripsi. Universitas Indonesia.
Markam, SS., Rahmawati, SW. Keluarga dan Pembentukan Karakter. Buletin KPIN Vol.4. No.12, Juni 2018. https://buletin.k-pin.org/index.php/arsip-artikel/284-keluarga-dan-pembentukan-karakter.
Kajian Pengembangan Profil Pelajar Pancasila (2020). Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Kasi, K., Sumarmi, S., & Astina, I. K. (2018). Pengaruh model pembelajaran service learning terhadap sikap peduli lingkungan. Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, dan Pengembangan, 3(4), 437-440.
Wulandari, Y., & Kristiawan, M. (2017). Strategi sekolah dalam penguatan pendidikan karakter bagi siswa dengan memaksimalkan peran orang tua. JMKSP (Jurnal Manajemen, Kepemimpinan, dan Supervisi Pendidikan), 2(2), 290-302.