ISSN 2477-1686

Vol. 8 No. 21 November 2022

Anak Lambat Bicara Karena Melihat Layar?

 

Oleh:

Yuliana Anggreany

Fakultas Psikologi, Universitas Pelita Harapan

 

Pandemi membawa banyak sekali perubahan dalam kehidupan sehari-hari termasuk ke dalam aktivitas sehari-hari pada anak-anak. Anak-anak yang seharusnya aktif bermain baik di dalam maupun diluar rumah dengan terpaksa harus bermain di dalam rumah saja. Anak juga tidak dapat pergi ke sekolah untuk bersekolah dan bermain bersosialisasi dengan anak lainnya. Kegiatan-kegiatan di luar rumah digantikan dengan kegiatan-kegiatan di dalam rumah. Teknologi yang ada dapat membantu anak untuk dapat tetap beraktivitas dan terkoneksi dengan orang lain, anak dapat mengikuti sekolah secara online dengan menggunakan gawai (gadget), anak juga dapat berkomunikasi dengan orang lain (baik teman maupun keluarga) dengan adanya jaringan internet yang memadai, ketika merasa bosan karena terus-menerus berada di rumah, anak juga dapat menggunakan gawai nya untuk menonton ataupun bermain. Anak menghabiskan banyak waktu dengan melihat layar, termasuk telepon genggam (smartphone), tablets, tv, komputer, dan permainan konsol (gaming console). Akan tetapi, apakah terus menerus melihat layar adalah hal yang baik untuk anak?

 

American Academy of Child & Adolescent Psychiatry (2020) menyarankan:

-       Anak usia 0-18 bulan harus membatasi melihat layar hanya untuk video call dengan orang dewasa (contoh: dengan keluarga di luar kota).

-       Anak usia 18 -24 bulan, melihat layar hanya untuk menonton program-program edukasi didampingi dengan orang dewasa.

-       Anak usia 2-5 tahun,  membatasi melihat layar untuk program non-edukasi selama sekitar 1 jam ketika hari sekolah dan 3 jam ketika akhir pekan.

-       Anak usia 6 tahun ke atas, dorong anak untuk mengembangkan kebiasaan yang sehat dan membatasi aktivitas dengan layar.

 

Kostyrka-Allchorne, dkk (2017) melakukan studi literatur terhadap 76 hasil studi terkait paparan terhadap tv dan aspek kognitif dan perilaku pada anak dan menemukan bahwa paparan tv dengan konten edukasi terhadap anak prasekolah dapat mengembangkan keterampilan akademik dasar anak dan dapat memprediksi performa akademik yang baik. Akan tetapi paparan tv pada anak dengan usia lebih muda dapat menganggu kegiatan bermain, juga mengurangi kualitan serta kuantitas interaksi antara orangtua-anak dan diasosiasikan dengan perilaku-perilaku kurang fokus/ hiperaktif, fungsi eksekutif yang lebih rendah, dan telat bicara, setidaknya dalam jangka waktu pendek (masih dibutuhkan penelitian untuk mengetahui dampak jangka panjangnya).

 

Jadi mengapa melihat layar dapat menghambat anak belajar bicara?

Anak yang terlalu banyak menghabiskan waktunya untuk melihat layar dapat kehilangan kesempatan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain (termasuk dengan orangtuanya). Anak yang berusia sangat muda belajar bahasa dengan cara terlibat dalam pembicaraan 1-1. Oleh karena itu, apabila anak menghabiskan banyak waktunya untuk melihat layar (dan kehilangan kesempatan untuk terlibat dalam pembicaraan), anak dapat mengalami keterlambatan dalam berbicara. Sebuah riset yang membandingkan respon anak terhadap bahasa asing ketika langsung diajak bicara (menggunakan bahasa asing tersebut), dengan respon anak terhadap bahasa ketika menonton tayangan dengan bahasa asing (Kuhl, Tsao, & Liu, 2003). Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa pembicaraan langsung (dan bukan menonton tayangan), memiliki dampak positif paling kuat terhadap perkembangan bahasa awal. Semakin banyak waktu yang dimiliki anak (usia muda) untuk dilibatkan dalam pembicaraan, maka keterampilan bahasa yang mereka miliki akan semakin cepat meningkat. Sebaliknya, mendengarkan orang dewasa (termasuk mendengarkan cerita) hanya berkorelasi lemah dengan perkembangan bahasa. Pengaruh pembicaraan 2 arah hampir 6x lebih besar pengaruhnya dibanding (hanya) mendengarkan orang dewasa berbicara.

 

Melihat layar dapat menghambat perkembangan bicara pada anak apabila menggantikan waktu yang seharusnya digunakan anak untuk berinteraksi dan berkomunikasi langsung dengan orang lain. Oleh karena itu, berikan anak banyak kesempatan untuk berdiskusi, eksplorasi, berespon, dan menanyakan pertanyaan-pertanyaan. Perhatikan juga konten tayangan maupun permainan yang dikonsumsi oleh anak, serta berikan pendampingan ketika anak melihat layar.

 

 

Referensi:

 

American Academy of Child & Adolescent Psychiatry (2020). Screen Time and Childrenhttps://www.aacap.org/AACAP/Families_and_Youth/Facts_for_Families/FFF-Guide/Children-And-Watching-TV-054.aspx#:~:text=Between%2018%20and%2024%20months,limit%20activities%20that%20include%20screens.

Kostyrka-Allchorne, K., Cooper, N. R., and Simpson, A. (2017). The relationship between television exposure and children’s cognition and behaviour: a systematic review, 44 (19–58). https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0273229717300011

Kuhl, P. K., Tsao, F. M., and Liu, H. M. (2003). Foreign-language experience in infancy: effects of short-term exposure and social interaction on phonetic learning. Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America, 15 (9096-101). https://www.pnas.org/doi/full/10.1073/pnas.1532872100.