ISSN 2477-1686
Vol. 8 No. 18 September 2022
“Lambe Lamis”:
Upaya Mendapatkan Penerimaan Atau Manipulasi?
Sandra Handayani Sutanto1, Pradipta Christy Pratiwi2
1 Fakultas Psikologi Universitas Pelita Harapan,
2 Prodi Psikologi, Universitas Negeri Semarang
Ada kisah seseorang sebut saja X. Ia dikenal sebagai pribadi yang bermulut manis. Seringkali ia memberikan pujian kepada lawan bicaranya. Pujian seperti “wah kamu tuh baik dan menolong sekali.. aku seperti melihat sayap di punggungmu.” Pujian yang seperti itu diberikan berkali-kali pada orang yang berbeda. Selain memberikan pujian, ia juga mudah memberikan janji manis seperti “nanti kalau gajian, aku traktir makanan Korea ya..” atau “Besok aku main ke rumahmu.” dan sayangnya janji tersebut berakhir tanpa dipenuhi alias zonk. Pada kisah lainnya, sebut saja Y. Ia juga dikenal sebagai seseorang yang seringkali memuji lawan bicara, namun ia tidak memiliki niat yang tulus ketika memuji. Niatannya adalah membuat orang lain senang dan sebagai upaya untuk mendapatkan hal yang diinginkan. Mengapa ada orang yang bermulut manis? Apa yang harus kita lakukan dengan orang seperti ini?
Lambe Lamis
Istilah lambe lamis bisa diartikan sebagai seseorang yang bermulut manis atau hanya di mulut saja, beda kata yang terucap dan niatan di hati. Individu dengan karakteristik ini biasanya juga dikenal sebagai seseorang yang langganan ingkar janji. Dari ilustrasi di atas, X cepat dan spontan memberikan janji manis kepada orang tertentu namun gagal memenuhinya sedangkan Y menyampaikan pujian hanya sebagai strategi untuk mencapai hal yang diinginkannya. Relasi dengan pribadi yang cenderung lambe lamis dapat dikatakan sulit mencapai mutual trust. Padahal mutual trust sangat diperlukan dalam relasi interpersonal. Dengan mutual trust, relasi interpersonal juga dapat menjadi lebih berkualitas serta menghindari emosi yang tidak menyenangkan dan penghianatan (Firmansyah, Faturochman, & Minza, 2021). Setidaknya, ada tiga komponen yang perlu terpenuhi agar timbul rasa percaya dalam relasi interpersonal, yaitu prediktabilitas, ketergantungan, dan keyakinan (Rempel dkk., dalam Grace, Pratiwi, & Indrawati, 2018). Jika artinya apapun yang keluar dari lambe lamis tidak bisa dipercaya. Lalu apa yang mendasari seseorang memiliki lambe lamis?
Perlunya penerimaan dari lingkungan
Ketika seseorang menyampaikan kata-kata yang manis, kemungkinan besar, individu tersebut sedang mencoba untuk diterima oleh orang lain. Penerimaan sosial didefinisikan sinyal yang diberikan oleh individu tertentu untuk menjadi bagian dari kelompok (DeWall & Bushman, 2011). Penerimaan sosial terjadi dalam bentuk rentang, mulai dari menoleransi kehadiran orang lain hingga dengan aktif mengejar seseorang menjadi partner dalam relasi sosial. Menjadi bagian dari anggota kelompok merupakan bagian dari proses evolusi untuk bertahan hidup dari stimulus yang dianggap berbahaya. Pujian yang diberikan oleh X ke beberapa orang mungkin dimaksudkan untuk mendapatkan pengakuan dan penerimaan dari sekitar, selain juga untuk memposisikan diri sebagai orang yang menyenangkan.
Upaya Manipulasi
Devito (2015) mendefinisikan manipulasi sebagai upaya yang dilakukan oleh individu tertentu untuk mengalihkan konflik dengan menampilkan perilaku menawan. Manipulator, atau orang yang melakukan manipulasi akan berusaha untuk melakukan penerimaan terhadap dirinya dengan cara yang halus/tidak menyerang lalu mempresentasikan maksudnya kepada lawan bicara yang sudah dalam kondisi lemah. Upaya pujian yang diberikan oleh Y bisa dikatakan sebagai untuk melemahkan lawan bicara sehingga akan lebih mudah tunduk dan mengikuti kemauan pemberi pujian.
Lalu apa yang harus dilakukan jika kita berhadapan dengan orang bermulut manis dalam keseharian? Berikut beberapa tips yang dapat diaplikasikan:
1. Mengamati pada konsistensi perilaku
Orang yang cenderung berbohong dan tidak menepati janji, termasuk dalam perilaku manipulasi psikologis (Soeiro, 2018). Kita sebagai orang yang berinteraksi dengan orang bermulut manis, hal pertama yang bisa kita lakukan adalah mengamati pola perilaku yang ia lakukan. Setiap perilaku memiliki pola tertentu. Sama halnya dengan orang bermulut manis. Kita dapat mengamati stimulus atau pemicu yang dapat mendorong orang tersebut menyampaikan pujian palsu. Pada kondisi spesifik seperti apa yang kemudian membuatnya melontarkan kata ingkar janjinya. Kita berperan sebagai rekan yang kemudian berinisiatif untuk mengurangi stimulus yang memicu hal tersebut.
2. Menganalisa dampak dari perilaku
Kita juga perlu untuk menganalisa seberapa parah dampak yang ditimbulkan dari perilaku orang bermulut manis. Konsekuensi-konsekuensi seperti apa yang telah ditimbulkan. Kita perlu takar sejauhmana konsekuensi dari perilaku bermulut manis ini kemudian mempengaruhi pola relasi yang ada, apakah hanya sebatas merugikan dirinya sendiri, atau justru berkembang menjadi dampak buruk bagi relasi atau organisasi. Jikalau kiita perlu tidak terlalu terlibat (Soeiro, 2018), dapat pula mengurangi interaksi. Kita tetapkan batasan diri (personal boundaries) yang bisa kita toleransi dampaknya dan kita tetap dihargai.
3. Mengelola emosi dan perilaku diri sendiri
Hal terakhir yang perlu kita sadari bahwa orang terbaik yang bisa kita kendalikan adalah diri sendiri. Oleh karena itu, ketika berinteraksi dengan orang yang bermulut manis, kita perlu bentengi diri kita sendiri dengan filter dalam berpikir dan merasa. Sebaik mungkin kita upayakan agar kata-kata yang terucap darinya, tidak kita terima dengan mentah-mentah. Mengatur juga ekspektasi bahwa kata-kata yang diucapkan olehnya belum tentu juga akan ditepati. Hal ini akan membuat kita menjadi lebih waspada dan tidak terlalu stres dengan kondisi yang ada.
Don’t be fooled by a sweet talker.
Believe someone whose action and mouth speak the same truths.
-Unknown
Referensi:
DeWall, C. N., & Bushman, B. J. (2011). Social acceptance and rejection: The sweet and the bitter. Current Directions in Psychological Science, 20(4), 256–260.
DeVito, J. A. (2015). Human communication: The Basic Course (13th ed.). Pearson.
Firmansyah, M. R., Faturochman, Minza, W. M. (2021). Do closeness, support, and reciprocity influence trust in friendship?, Jurnal Psikologi Sosial, 19(1), 59-68. DOI: 10.7454/jps.2021.07
Grace, S., Pratiwi, P. C., & Indrawati, G. (2018). Hubungan antara rasa percaya dalam hubungan romantic dan kekerasan dalam pacaran pada perempuan dewasa muda di Jakarta. Jurnal Psikologi Ulayat, 5(2), 169-186. DOI: 10.24854/jpu02018-183
Soeiro, L. (2018, July 25). Four ways to deal with manipulative people. Retrieved from https://www.psychologytoday.com/us/blog/i-hear-you/201807/4-ways-deal-manipulative-people