ISSN 2477-1686

Vol.2. No.14, Juli 2016

Kebebasan Berpendapat Dalam Media Sosial 

Dwi Nikmah Puspitasari

Fakultas Pendidikan Psikologi, Universitas Negeri Malang

Di dalam kehidupan sehari-hari kita bisa mendapatkan informasi melalui berbagai cara, informasi bisa kita dapatkan di kehidupan nyata dengan hadir dan menyaksikannya secara langsung, maupun lewat perantara dunia maya, salah satunya melalui media sosial.

Informasi beragam yang kita dapatkan memungkinkan kita membangun asumsi dan kepercayaan mengenai apa yang terjadi. Menurut Taylor (2012), alasan kita menggunakan atau mempercayai sebuah informasi dapat kita lihat dari beberapa faktor, yakni: 1) Peran, kita akan cenderung melihat peran sosial, disebutkan bahwa peran sosial bisa jadi lebih penting dari pada sifat orang. Sifat peran adalah informatif, meringkas banyak informasi dalam berbagai situasi. 2) Petunjuk atau Ciri Fisik, kesan pertama sering didasarkan pada penampilan dan perilaku orang lain. Penampilan dan perilaku yang nampak dapat membentuk kesan dan membantu kita dalam mengambil sebuah kesimpulan. 3) Kemenonjolan, ciri yang menonjol akan lebih banyak digunakan sebagai dasar penilaian, orang juga cenderung mengarahkan perhatian pada aspek yang menonjol daripada latar belakang atau setting yang bersangkutan.

Kebebasan Berpendapat

Kebebasan berpendapat merupakan hal yang di junjung tinggi di negara kita Indonesia yang berasaskan demokrasi, hal ini sesuai dengan landasan negara yang tercantum dalam UUD 1945 Pasal 28 e ayat (2) bahwa; Setiap orang bebas meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. Hal ini dipertegas melalui UU No. 9 tahun 1988 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, sehingga kebebasan berpendapat individu merupakan hak yang dilindungi secara hukum.

Seseorang yang bersikap, berpendapat maupun mengambil sebuah kesimpulan, kemudian memutuskan dengan mengutarakannya, dalam konteks ini di media sosial, tentunya telah melewati berbagai pertimbangan. Dalam hal ini pembentukan persepsi merupakan suatu hal mendasar sebelum seseorang berpendapat maupun mengambil kesimpulan. Persepsi secara sederhana dipahami sebagai proses yang kita gunakan untuk mencoba memahami orang lain (Baron, 2005). Sebelum terbentuknya persepsi terdapat suatu proses yang disebut kategorisasi, hal ini merupakan suatu upaya dalam memahami stimuli secara keseluruhan. Konsekuensi dari kategorisasi yang kita buat memungkinkan kita memandang sesorang atau situasi sebagai kelompok atau kategori tertentu dan akan menyebabkan kita membuat penilaian yang stereotype (Taylor, 2012).

Dalam kasus ini, kebebasan berpendapat merupakan hak kita sebagai individu dalam bernegara, tetapi perlu dicermati lebih bahwa ketidakhati-hatian dalam membentuk persepsi juga dapat menempatkan kita pada sudut pandang yang bisa saja terlalu sempit. Hal ini akan menjadi berbahaya jika dengan serta-merta kita kemukanan atau ungkapkan.

Media Sosial

Media sosial merupakan salah satu media dimana para penggunanya dapat mencari informasi, saling berkomunikasi dan menjalin pertemanan secara online. Seperti diketahui ragam media sosial antara lain adalah facebook, twitter, line, bbm, whatsapp, instagram, path, ask.fm, linkedin, snapchat dan beberapa media sosial yang lain. Hemawan (2009) menyatakan bahwa dalam penggunaan media sosial juga dapat dengan mudah menciptakan suatu forum dimana individu satu dengan yang lain dapat saling berkomunikasi dan bertukar pikiran satu sama lain.

Dalam hal ini akan sangat mudah membuat individu berkomunikasi dan berkomentar tentang berbagai topik maupun kasus yang dibahas oleh individu lain. Individu juga dapat membangun asumsi, emosi dan kepercayaan melalui komentar maupun sudut pandang maupun pemikiran individu lain dalam media sosial, hal ini memungkinkan kita dapat secara reaktif berkomentar maupun berkesimpulan.

Dampak dari Kebebasan Berpendapat dalam Media Sosial

Pesepsi yang kita bangun atas dasar informasi dari pihak yang terkadang tidak mencatumkan sumber yang pasti atau jelas, adanya kategorisasi yang kita bangun dari kesan maupun stimulus yang menonjol, bisa jadi karena banyaknya orang yang berkomentar atau mengangkat kasus, atau bahkan hal yang dibahas tidak sesuai dengan value atau nilai-nilai yang kita anut, membuat kita cenderung bersikap reaktif dan subjektif, hal ini cenderung melahirkan ketegangan dan perselisihan di dunia maya.

Sudah banyak contoh bagaimana media sosial malah menjadi wadah individu mencerca kekurangan orang lain atau bahkan terlalu mengusik kehidupan pribadi yang ditampilkan oleh media, dimana hal ini bisa saja bertolak belakang dengan apa yang sebenarnya terjadi. Seperti kasus Mulan Jameela yang disetiap informasi yang Ia unggah malah mengundang haters. Ia dihina dan dicaci maki dengan dalih kebeasan berekspresi. Kemudian bagaimana suatu informasi bisa menjadi tranding topic hanya karena seorang public figure terkemuka yang mencetuskan. Seperti yang dikemukakan di teori awal (Taylor, 2012) bahwa peran, ciri fisik dan kemenonjolan merupakan beberapa faktor bagaimana suatu informasi dapat kita gunakan atau kita percaya.

Strategi Berpendapat dalam Media Sosial

Media sosial merupakan salah satu wadah untuk kita sebagai manusia sosial agar lebih bisa berinteraksi dan berkomunikasi secara lebih luas, namun demikian hendaknya kita memanfaatkandengan lebih positif dan tidak mengeyampingkan nilai-nilai kita sebagai manusia, bagaimana kita menempatkan diri dan memperhatikan keberadaan dan perasaan orang lain. Berikut terdapat berbagai strategi yang dapat diterapkan sebelum berpendapat dalam Media Sosial:

1)    Informasi. Hendaknya sebelum berkomentar dan berkesimpulan galilah informasi secara mendalam, keseluruhan dari berbagai sisi, sehingga kita dapat lebih memahami dari berbagai sudut dan tidak terburu-buru berkesimpulan atau memihak.

2)    Kategorisasi. Sebisa mungkin singkirkan terlebih dahulu pendapat-pendapat pribadi yang memungkinkan kita berkomentar maupun berpendapat secara subjektif atau memihak secara ekstrim. Kita perlu melihat lebih luas sehingga kita akan bersikap, berkomentar lebih objektif.

3)    Persepi. Dari informasi yang kita dapat perlu untuk kita olah dan analisa lebih dalam, sehingga dapat membentuk suatu persepsi yang kuat.

4)    Kehadiran orang lain. Selalu ingatlah bahwa apa yang kita ungkapkan bisa berdampak pada kondisi psikologis atau keadaan lawan bicara maupun orang lain, maka tinggalkanlah kata-kata membekas yang baik. Hal ini merupakan kewajiban kita sebagai sesama manusia.

Referensi

Baron, Robert A & Donn Byrne. (2005). Psikologi Sosial Edisi Kesepuluh. Jakarta: Erlangga.

 

Hermawan, C. W. (2009). Cara Mudah Membuat Komunitas Online dengan PHPBB. Yogyakarta: ANDI

.

Taylor, Shelley E., Letitia Anne Peplau & David O. Sears. (2012). Psikologi Sosial Edisi Kedua Belas. Jakarta: Kencana.