(Mahasiswa Fakultas Psikologi, Universitas YAI Persada)

Pilihan bidang studi sangat erat kaitannya dengan tingkat kesukacitaan anak. Namun banyak orangtua cenderung merasa lebih paham terhadap kesukacitaan anaknya, atau ingin menentukan sendiri bidang studi yang harus ditempuh anak. Budaya “pemaksaan kehendak” oleh orangtua terhadap anak dalam memilih bidang studi akan membawa konsekuensi terhadap keberhasilan anak.

Orangtua adalah pemilik wewenang atas anak, salah satu tugasnya adalah mendidik dan menyekolahkan mereka. Kenyataannya, pengalaman saya sebagai psikolog pendidikan menemukan, kasus tentang pilihan bidang studi yang menjadi permasalahan antara orangtua dan anak. Contoh kasus C, 32 tahun, mahasiswa fakultas Teknik UI pada semester 3 memutuskan keluar, dan melanjutkan di fakultas Biologi, ia  hanya mengikuti 2 semester kemudian keluar. C memiliki prestasi cukup. Namun C tidak melanjutkan studi dan memilih menjadi guru “bimbel”, setelah satu tahun dalam profesi tersebut, ia meninggalkan pekerjaan dan menganggur. Orangtuanya menganggap C gagal dalam pendidikan dan dalam meniti karir. Atas inisiatif orangtua, C menemui psikolog, sikapnya acuh tak acuh, masa bodoh, marah, merespon pertanyaan secukupnya dengan posisi duduk bersandar setengah terlentang. Ia telah kehilangan antusiasme belajar.
Orangtua yang memaksakan kehendak, akan berdampak negatif terhadap motivasi belajar anak. Jika perilaku tersebut terus dilakukan, akan membentuk budaya “pemaksaan kehendak” dalam kehidupan keluarga. Menurut Sarwono (2014) budaya adalah suatu set dari sikap, perilaku dan simbol-simbol yang dimiliki bersama oleh orang-orang dan biasanya dikomunikasikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sarwono mengatakan bahwa manusia tidak hadir dengan membawa budayanya, melainkan budaya tersebut diwariskan dari generasi ke generasi.

Sebagaimana C, individu yang terpaksa memilih jurusan teknik karena ayah sarjana teknik. C cukup mampu mengikuti materi yang diajarkan, namun rasa marah dan tidak puas memenuhi perasaannya yang akhirnya menimbulkan stres pada dirinya. Lazarus (dalam Shiraev dan Levy 2012): (1)  stres adalah proses psikologis; dan (2). stres berhubungan dengan hubungan timbal-balik antara orang dan lingkungannya. Selanjutnya dikatakan bahwa cara orang mengevaluasi stres, dan mengevaluasi situasi yang dianggap menekan, adalah ditentukan secara kultural, namun mungkin juga bergantung pada sifat individu (Lin & Peterson dalam Shiraev dan Levy 2012). C meninggalkan situasi menekan dengan cara tidak melanjutkan studi.

Berdasarkan hasil konseling, C adalah individu yang kreatif dan suka bekerja keras, ia menemukan minatnya dalam menulis. Beberapa skrip film telah ditulisnya dan berhasil menginspirasi para remaja, ia ingin melanjutkan studi di bidang perfilm-an. Bronfenbrenner (dalam Sarwono 2014) mengatakan perkembangan manusia itu bersifat dinamis. Di dalamnya terdapat proses interaktif antara individu dan lingkungannya dalam beberapa tingkat, antara lain microsystem yaitu lingkungan yang berinteraksi langsung dengan individu misalnya keluarga. Mead (dalam Sarwono 2014) mengatakan pola asuh orang tua yang paling penting untuk kenali alih generasi dari budaya. C dengan label sebagai individu “gagal” kemudian akan mendidik anak atau lingkungannya dengan cara yang sama melalui pengenalan alih generasi budaya keluarga.
C yang memiliki motivasi tinggi menjadi menurun ketika studi di fakultas teknik dan biologi. Shiraev dan Levy (2012) mengungkapkan dua mekanisme motivasi yang universal, yaitu kondisi yang bangkit di dalam diri organisme dan menggerakannya untuk memenuhi kebutuhan fisiologis (drive). C tidak berhasil karena dorongan pada dirinya tidak muncul, apa yang sedang dilakukan bukan keinginan atau minatnya. Pada saat individu tidak memiliki dorongan untuk belajar, berarti ia tidak memiliki kebutuhan untuk berprestasi. Hal ini terjadi karena ketidakpuasan atas apa yang sedang dilakukannya. Sebagaimana dikatakan oleh Shiraev dan Levy (2012) bahwa salah satu konsep utama dari teori motivasi adalah kebutuhan, keadaan motivasional yang disebabkan oleh deprivasi psikologis atau fisiologis (seperti, kurang air dan makanan).

Daftar Pustaka
Sarwono, SW. (2014). Psikologi Lintas Budaya. Divisi Buku Perguruan Tinggi. PT.
Grafindo Persada. Jakarta.
Shiraev, EB., dan Levy DA.  (2012). Psikologi Lintas Budaya. Pemikiran Kritis dan
Terapan Modern. Edisi Keempat. Kencana Prenada Media Group.Jakarta 13220Karlinawati Silalahi(