ISSN 2477-1686
Vol. 8 No. 14 Juli 2022
Memahami Diri: Sepi atau Sendiri?
Oleh:
Krishervina Rani Lidiawati
Fakultas Psikologi, Universitas Pelita Harapan
Memahami diri dimulai dengan adanya kesadaran diri. Kesadaran diri diperlukan dalam kehidupan manusia. Kesadaran diri merupakan salah satu keterampilan dari kecerdasan emosi yang harus terus-menerus dilatih. Kesadaran diri untuk memahami diri terkait apa yang dirasakan, dipikirkan, nilai-nilai penting yang dianut, sikap dan tindakan yang dilakukan (Hawkin, 2017). Salah satu langkah awal dari keterampilan kesadaran diri ini adalah “feel what you feel”, jika diartikan secara bebas berarti rasakan apa yang kamu rasakan. Bahwa menjadi penting untuk menerima dan mengakui apa yang dirasakan karena terkadang manusia kerap kali mengingkari dan menutupi perasaannya akibat tuntutan atau harapan orang-orang disekitarnya. Apapun emosi yang sedang dirasakan baik senang, sedih, kecewa, takut, gembira, kecewa, terkejut dan emosi lain merupakan hal yang wajar untuk diterima dan dirasakan. Karena sesungguhnya jika kita masih bisa merasakan itu semua kita manusia sehat. Coba bayangkan jika terdapat seseorang yang tidak bisa merasakan sedih ketika sedang berduka, atau tidak bisa merasa senang padahal mendapatkan hadiah atau menang undian, apakah orang tersebut wajar? Jadi jika seseorang disekitar kita merasakan sedih, senang atau emosi yang lain bukankah itu wajar dan normal? Karena sesungguhnya layaknya warna memiliki campuran, emosi manusia pun dapat terdiri dari dua atau lebih campuran dari beberapa emosi sehingga menghasilkan emosi baru atau gradasi perasaan yang berbeda-beda.
Salah satu bentuk reaksi emosional adalah merasa sepi. Sepi merupakan sebuah reaksi dimana seseorang merasa tidak terkoneksi dengan orang-orang disekitarnya sehingga sekalipun ada orang lain ia merasa sepi bahkan di tengah keramaian sekalipun sedangkan sendiri adalah sebuah kondisi seseorang tanpa hadirnya orang lain. Sendiri ini dapat dilihat oleh mata dan secara objektif memang orang tersebut dalam keadaan tidak sedang bersama orang lain. Lalu mengapa ketika orang berkata “saya merasa kesepian seolah-olah sesuatu yang negatif?” Padahal sepi merupakan salah satu emosi yang wajar dirasakan manusia karena kebutuhannya untuk memiliki ikatan emosional tidak terpenuhi baik secara kuantitas maupun kualitas. Namun jika kondisi sepi ini terjadi secara terus menerus dan mengganggu fungsi hidup seseorang maka dapat berdampak buruk bagi kesehatan mental seseorang (Winch, 2013). Oleh karena itu penting untuk mengatasi rasa sepi sehingga tidak berlarut-larut dan menjadi kesepian yang bersifat kronis.
Adapun beberapa tips agar orang-orang yang merasa sepi tidak berlarut-larut. Pertama, terkadang kita perlu untuk menantang diri sendiri untuk mengevaluasi persepsi negatif tentang diri sendiri yang membuat diri enggan berkomunikasi dengan orang lain. Misalnya persepsi negatif diri sendiri, saya memang tidak pintar, gemuk sehingga sulit untuk berteman. Coba evaluasi pikiran kita diri sendiri “apakah selalu atau semua orang yang gemuk atau tidak pintar tidak memiliki teman? Bukankah tidak selalu demikian? Bisa juga persepsi terkait kelompok tertentu, misal “orang-orang pintar itu tidak mau berteman dengan orang yang bodoh, berikan pertanyaan kontradiktif juga “apakah orang-orang pintar memang benar tidak mau berteman dengan orang yang bodoh? Pandangan kita tidak selalu benar dan membutuhkan konfirmasi dengan penilaian yang objektif.
Kedua, seseorang perlu untuk belajar melihat dari perspektif orang lain atau sisi yang lain. Kita perlu belajar mengembangkan pemikiran yang objektif dan melawan pemikiran yang cenderung pesimis. Karena kadang-kadang orang-orang yang mengalami kesepian cenderung berpikir negatif dan menarik diri. Padahal saat menarik diri maka membuat orang tersebut semakin kesepian dan merasa tidak memiliki ikatan emosional dengan orang lain. Ketiga, kita perlu mencoba memberi diri untuk mengambil kesempatan pada terlibat dalam sebuah komunitas, kegiatan sosial, atau aktivitas berkelompok. Karena sesungguhnya ikatan emosional dapat dibangun ketika ada relasi yang antara satu orang dengan orang lain (Winch, 2013).
Dengan memiliki relasi yang bermakna dapat menuntun pada hidup yang lebih bahagia sebaliknya dengan kesepian yang kronis dapat menyebabkan berbagai dampak buruk dan erat kaitannya dengan depresi, pemikiran bunuh diri, gangguan tidur, dan perilaku-perilaku bermasalah lainnya (Cacioppo & Patrick, 2008). Ketiga, oleh karena itu penting untuk memperkuat dan memperdalam ikatan emosional dengan orang-orang yang kita miliki atau orang-orang yang disekitar. Adapun orang-orang disekitar bisa siapa saja seperti keluarga, tetangga, tempat kerja atau teman sekolah, teman-teman yang sudah ada atau orang-orang yang berpotensi menjadi teman kita. Jika memang belum memiliki maka kita perlu memberi diri terlibat dalam sebuah komunitas sosial, memberanikan diri ikut kegiatan bersama seperti pesta ulang tahun teman, pesta pernikahan kerabat atau kegiatan sosial lainnya. Karena pada hakikatnya manusia diciptakan sebagai makhluk yang membutuhkan orang lain.
Referensi:
Cacioppo, J. T., & Patrick, W. (2008). More praise for Loneliness. Norton paperback.
Hawkins, Kevin. (2017). Mindful Teacher, Mindful School: Improving Wellbeing in Teaching and Learning. Sage Publication
Winch, G. (2013). Emotional First Aid: Practical Strategies for Treating Failure, Rejection, Guilt and other Everyday Psychological Injures. (First). Exisle Publishing.