ISSN 2477-1686
Vol. 8 No. 13 Juli 2022
Awas! Loyalitas Terhadap Suatu Brand Mengakibatkan Impulsive Buying
Oleh:
Teuku Hasnashran Azizi, Eka Danta Jaya Ginting, Dina Nazriani
Fakultas Psikologi, Universitas Sumatera Utara
Semakin zaman berkembang, semakin banyak perubahan terjadi di dunia ini, tak luput dalam bidang teknologi. Perkembangan teknologi yang pesat menimbulkan berbagai pengaruh bagi penggunanya. Di era digital sekarang, teknologi tidak hanya menjadi sarana telekomunikasi dan informasi. Namun, sarana untuk melakukan transaksi jual beli secara online atau bisa disebut belanja online. Belanja online merupakan proses transaksi jual beli yang dilakukan melalui media perantara internet seperti situs jual beli online ataupun aplikasi jual beli online serta media sosial yang memperjualbelikan produk yang ditawarkan secara online. Menurut Harahap dan Amanah (2018) belanja online merupakan kegiatan yang dilakukan konsumen untuk menukarkan uangnya untuk membeli atau mendapatkan sesuatu yang diinginkan dari toko online tersebut. Proses transaksi belanja online dapat dilakukan dengan cara memesan produk yang diinginkan melalui platform e-commerce berupa aplikasi maupun situs web e-commerce yang tersedia. Selain proses jual beli yang sudah menggunakan media internet, pembayaran yang dilakukan juga menggunakan cara digital. Seperti digital payment e-wallet dan m-banking, ataupun manual melalui transaksi melalui bank atau ATM maupun COD (Cash on Delivery).
Dengan meluasnya pasar berbelanja online di Indonesia, setiap perusahaan berlomba untuk mengembangkan kualitas pelayanan mereka guna meningkatkan loyalitas konsumen mereka. Loyalitas merupakan sifat positif dan komitmen konsumen dalam membeli maupun menggunakan suatu produk dari e-commerce tersebut secara konsisten atau terus menerus (Andreas,2016). Dengan puasnya pelanggan terhadap suatu produk atau jasa yang dibuat oleh perusahaan, perusahaan dapat meningkatkan citra merek mereka dimata konsumen. Sehingga, konsumen akan setia untuk membeli dan menggunakan produk dari e-commerce tersebut secara berulang meskipun terdapat banyak alternatif pilihan yang mungkin lebih murah dengan kualitas sama diluar sana.
Seseorang selalu mempunyai cara-cara berbeda dalam mengambil keputusan dalam melakukan pembelian terhadap suatu brand atau merek, ada konsumen yang melakukan perencanaan terlebih dahulu sebelum berbelanja, dan ada juga yang melakukan pembelian secara tiba–tiba atau tanpa direncanakan. Bahkan ada beberapa situasi yang memungkinkan individu untuk membeli barang lain secara berlebihan saat sedang berbelanja padahal barang tersebut tidak direncanakan untuk dibeli. Aktivitas berbelanja ini sering disebut dengan istilah impulsive buying.
Menurut Rook, impulsive buying ialah kecenderungan konsumen dalam membeli suatu produk dengan spontan, segera, sehingga mengalami perasaan terdesak yang tidak dapat dilawan (Rook & Fisher, 1995). Pembelian secara impulsif dapat terjadi kepada siapa saja baik muda maupun tua, dimana saja, baik secara online maupun offline serta dapat terjadi kapan saja. Hal tersebut sering terjadi, ketika konsumen ditawarkan produk dari suatu brand atau merek yang mereka percaya. Impulsive buying ditunjukan dengan adanya pengambilan keputusan dalam melakukan pembelian yang relatif spontan, cepat dan segera guna memenuhi perasaan ingin memiliki produk tersebut. Impulsive buying terjadi dikarenakan adanya dorongan atau stimulus setia dengan produk yang dipasarkan oleh brand atau merek tertentu untuk memiliki suatu produk yang baru saja dilihat.
Hoch dan Loewenstein, mendefinisikan impulsive buying atau pembelian secara impulsif merupakan kemunculan perasaan dominan yang sangat meyakinkan terhadap sebuah produk dari suatu merek yang diikuti dengan perasaan setia oleh konsumen. Konsumen yang melakukan pembelian secara impulsif cenderung tidak berpikir dikarenakan hasrat yang emosional mendorong untuk memenuhi kepuasan dan keinginan secara segera dalam melakukan pembelian suatu produk (Sari, 2014).
Selain terbentuk oleh perasaan loyal terhadap suatu merek, lingkungan belanja yang diciptakan oleh sebuah perusahaan mendorong agar terciptanya pembelian secara impulsif. Menurut Wijaya & Oktarina dengan terciptanya lingkungan belanja yang menarik dan nyaman membuat konsumen akan merasa senang dan menimbulkan perasaan bergairah ingin berbelanja sehingga dapat mendorong konsumen dalam membeli lebih banyak produk di luar kebutuhan dan apa yang mereka rencanakan (Wijaya & Oktarina, 2019).
Perasaan setia atau loyal terhadap suatu merek memanglah bagus. Namun, pembelian produk atau jasa dari suatu merek secara impulsif mengakibatkan seseorang tidak peduli dengan biaya yang dikeluarkan agar dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Padahal, terdapat alternatif merek yang menawarkan produk dengan harga lebih terjangkau dan kualitas yang mungkin sama. Yang mereka pedulikan hanyalah pemenuhan hasrat untuk membeli tanpa memperdulikan apakah produk atau barang tersebut berguna atau menjadi kebutuhan utama untuk dibeli. Selain itu, rasa gengsi jika tidak menggunakan produk yang biasa mereka gunakan akan muncul. Manusia cenderung memiliki sifat labil ketika setia, sehingga dirinya mudah mengikuti apa yang ditawarkan oleh perusahaan tersebut.
Dengan demikian, dampak yang dihasilkan dengan loyalitas berlebihan terhadap suatu merek tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh. Produk yang dibeli oleh seseorang dikarenakan suatu merek belum tentu dapat memenuhi kebutuhan bahkan hanya sebagai pemenuh hasrat seseorang saja. Sehingga mereka terpaksa harus melakukan pembelian berulang demi merek yang sama. Akhirnya hal tersebut membentuk suatu pola dimana seseorang menjadi impulsif terhadap pembelian produk dari merek tertentu.Ditambah lagi, fitur belanja online yang menciptakan lingkungan belanja, dimana seseorang tidak memerlukan mobilitas dan pengeluaran waktu yang banyak untuk mendapatkan produk yang di inginkan. Sehingga, mendorong seseorang untuk berperilaku impulsif. Mungkin dampak yang dihadirkan dari loyalitas terhadap suatu merek tidaklah berbanding lurus dengan manfaatnya. Sehingga, hal yang diakibatkan dari impulsive buying sangatlah tidak baik jika diteruskan. Namun, hal tersebut dapat disiasati dengan mengecek terlebih dahulu kebutuhan akan produk yang ingin kita beli, memeriksa terlebih dahulu apakah terdapat alternatif produk yang ditawarkan oleh merek lain dengan kualitas yang sama dengan merek yang kita favoritkan, atau menabung guna membeli produk yang lebih kita butuhkan dari merek tersebut. Sehingga tidak diperlukan pengeluaran biaya mengulang yang hanya mengakibatkan kerugian terkait finansial mereka.
Referensi:
Harahap, D. A., & Amanah, D. (2018). Perilaku belanja online di indonesia: studi kasus. Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia, 1-21.
Nurohman, F., & Azis, A. (2020). Impulse Buying dan Post Purchase Regret Pada Mahasiswa. Jurnal Psikologi Ilmiah, 155-165.
Rook, D. W., & Fisher, R. J. (1995). Normative Influences on Impulsive Buying Behavior. Journal of Consumer Research, 305-313.
Sari, E. A. (2014). Analisis Faktor yang Mempengaruhi Pembelian Spontan. Jurnal Sains Pemasaran Indonesia, 55-73.
Wijaya, E., & Oktarina, Y. (2019). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Impulse Buying Pada Hodshop Bengkulu. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, 7, 10-22.
Yulfitasari, R., Dewi, R. S., & Hidyatullah, M. S. (2018). Hubungan Pembelian Impulsif Dengan Penyesalan Pasca Pembelian Produk Fashion Pada Siswa SMAN1 Banjarmasin. Jurnal Kognisia, 164-168.