ISSN 2477-1686

Vol. 8 No. 10 Mei 2022

“PHONE A FRIEND”

(Phase of Relationship with Friend as Support System): 

Upaya Pencegahan Bunuh Diri Di Era Pandemi

 

Oleh:

Latifa Setya Priani & Dian Juliarti Bantam

Program Studi Psikologi, Universitas Jenderal Achmad Yani

 

Hubungan sosial merupakan hubungan yang penuh dengan dinamika yang berkaitan dengan hubungan antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, maupun antara kelompok dengan kelompok. Fase hubungan sosial tersebut dapat terjadi secara langsung maupun secara tidak langsung dengan menggunakan media, misalnya seperti handphone, telepon, radio, televisi, dan lain sebagainya. Bentuk dari hubungan sosial sendiri terbagi menjadi dua, yaitu proses sosial asosiatif dan juga proses sosial disosiatif. Proses sosial asosiatif yaitu dimana terjalin sebuah hubungan yang mengarah pada jalinan hubungan erat, serta memiliki rasa saling membutuhkan sehingga terbentuk suatu kerja sama. Sedangkan proses sosial disosiatif atau disebut juga dengan oppositional proceses yaitu proses sosial yang cenderung membawa kelompok ke dalam perpecahan dan tentunya akan jauh dari kata solidaritas.

 

Berbicara mengenai proses sosial asosiatif yang mana terjalin hubungan erat dengan rasa saling membutuhkan. Seperti yang sudah diketahui bahwasanya manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup tanpa bantuan dari orang lain, dengan siapapun orangnya dan kapanpun masanya. Menurut Listurgis (Puspitasari, 2017), makhluk sosial merupakan makhluk yang saling berhubungan atau dapat diartikan mempunyai hubungan dengan individu yang lain, sehingga tidak dapat membuat dirinya terlepas dari hidup dalam kebersamaan. Sedangkan menurut Adam Smith, menyebut istilah makhluk sosial dengan homo homini socius, yang dapat diartikan bahwa manusia hidup sebagai teman bagi manusia yang lain (Basuki, 2019)

 

Di era pandemi hubungan antar individu terbilang semakin renggang, dikarenakan adanya social distancing yang mengharuskan antara satu dengan yang lainnya untuk menjaga jarak guna meminimalisir penyebaran virus COVID-19. Selain itu, permasalahan yang dihadapi oleh individu juga meningkat. Mulai dari permasalahan yang sifatnya dapat teratasi, sampai permasalahan besar yang membuat seseorang memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Tidak dapat dipungkiri bahwasanya korban dari berbagai kalangan umur, mulai dari remaja, dewasa, bahkan lanjut usia. Problematika yang hadir pun tidak hanya ada pada satu aspek kehidupan, bahkan hampir menjalar ke seluruh aspek. Mulai dari perekonomian, sosial, politik, pendidikan, dan tentunya kesehatan. 

 

Beberapa kasus yang terjadi di Indonesia selama pandemi ini diantaranya, kasus siswa SMP di Tarakan yang tewas bunuh diri di kamar mandi rumah lantaran stres tugas menumpuk semasa PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) (Egeham, 2020). Kemudian kasus bunuh diri seorang ibu rumah tangga di Wonogiri lantaran stres terlilit hutang dan terus menerus mendapat teror dari penyedia jasa pinjaman online (pinjol) (Muslimawati, 2021). Selanjutnya masih kasus yang serupa yaitu tindakan bunuh diri yang dilakukan oleh pasien COVID-19 berusia 43 tahun di Rumah Sakit Haji, Surabaya. Polisi mengatakan bahwa, pasien mengalami stres dikarenakan tertular virus COVID-19 dan harus menjalani isolasi dengan ketat (Rahayu, 2020). Serta masih banyak lagi kasus-kasus bunuh diri lainnya.

 

Dari beberapa kasus di atas terdapat penelitian yang mengkaji bahwa penyebab keinginan untuk bunuh diri tersebut dilatarbelakangi oleh berbagai macam faktor yang berbeda antara lain faktor hopelessness dimana pelaku sekaligus korban merasa tidak ada yang mampu diharapkan lagi untuk masa depan lantaran kondisinya di era pandemi yang membuatnya menyerah untuk melanjutkan hidup. Faktor kedua yaitu hilangnya motivasi, banyaknya perasaan-perasaan yang muncul akibat tekanan dari luar membuat korban tidak memiliki semangat untuk hidup. Ia pun kehilangan keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain bahkan berkomunikasi dengan keluarga pun jarang dikarenakan takut jika orang-orang di sekitarnya akan mengatakan hal buruk padanya (Irawan & Rahmasari, 2021). Faktor selanjutnya yaitu para korban mengalami anxiety dan overthinking, dimana mereka merasa cemas dan berpikiran irasional secara berlebihan terhadap masa depannya atau terhadap sesuatu yang belum tentu terjadi, sehingga membuatnya takut untuk melanjutkan hidup. Selain ketiga faktor tersebut terdapat faktor yang tak kalah berpengaruh, yaitu kurangnya perhatian dan dukungan dari lingkungan sekitar, maupun dari keluarga, kerabat, dan juga teman sebaya.

 

Jika diamati, maraknya bunuh diri di era pandemi ini didominasi karena kurangnya pemahaman dan juga pengarahan terkait bagaimana cara untuk mengatasi problematika yang semakin menumpuk di kondisi semasa pandemi ini, serta korban mengalami kesulitan dalam mengatur regulasi emosi sehingga berdampak pada psikologis individu. Oleh karena itu, diperlukan peran dari external sebagai support system. Salah satunya yaitu dengan peran peer group atau kelompok sebaya. Peer group merupakan sekelompok individu yang merasa memiliki kesamaan antar anggotanya dimana setiap individu dapat menemukan jati dirinya, meningkatkan rasa sosial dan solidaritas yang selaras dengan berkembangnya kepribadian dari masing-masing individu (Andika, 2018). Menurut penelitian sebelumnya, pengaruh peer group lebih besar daripada keluarga, kebanyakan setiap individu menceritakan keluh kesahnya terhadap teman sebaya atau teman terdekatnya (Kurniawan & Sudrajat, 2020)

 

Dari efektivitas positive peer group yang disampaikan dalam penelitian terdahulu, membuat penulis memperkenalkan metode “Phone a Friend”. Sebagai salah satu upaya “Memanggil” dukungan positive peer group untuk mengatasi permasalahan, khususnya bunuh diri. Artinya, ketika dalam masa sulit, individu dapat “memanggil” temannya sebagai support system yang dibutuhkan. Caranya, ketika individu sedang berada pada fase yang “tidak baik-baik saja”, maka individu dapat bercerita kepada positive peer group, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan berbagai media. Hal tersebut merupakan hal wajar dan dapat dilakukan oleh berbagai kalangan. Harapannya dengan “Phone a Friend” dapat menghentikan niat individu yang ingin melakukan tindakan bunuh diri. Dengan individu memiliki positive peer group sebagai support system, maka individu akan secara terbuka menyampaikan perasaan, pikiran dan tindakan yang “Galau”. Adanya kehadiran, perhatian dan dukungan yang wajar dari orang lain, dapat memberikan motivasi, mengubah pola pikir, dan perilaku individu yang semulanya berniat untuk bunuh diri guna menghindar dari segala permasalahan, menjadi semangat untuk mempertahankan hidupnya dan membatalkan niatnya untuk bunuh diri. 

 

Dapat disimpulkan bahwa manusia sebagai makhluk sosial tidak mampu hidup sendiri tanpa orang lain. Dari beberapa kasus bunuh diri yang dipaparkan, dapat terlihat bahwa korban kurang memiliki support system, sehingga tidak ada yang mengarahkan dan memotivasi bagaimana tindakan yang semestinya diambil untuk menyelesaikan berbagai masalah yang sedang dihadapi. Salah satu upaya yang ditawarkan untuk mencegah terjadinya tindakan bunuh diri yaitu dengan metode Phone a Friend, dimana yang menjadi peran utama dalam metode ini yaitu Positive peer group.

 

 

Referensi:

 

Andika, A. R. (2018). Peran Peer Group dengan Niat untuk Berhenti Merokok pada Mahasiswa Perokok (Studi Kuantitatif pada Mahasiswa Universitas Jember). Digital Repository Universitas Jember, 1–101. http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/75992/Dian Pratiwi - 132310101064 -1.pdf?sequence=1

 

Basuki, K. (2019). Praktik arisan online di tinjau dari kitab Undang -undang hukum perdata. Jurnal Online Internasional & Nasional53 (9), 1689–1699. www.journal.uta45jakarta.ac.id

 

Egeham, L. (2020). Siswa di Tarakan Bunuh Diri, KPAI Minta Kemendikbud Evaluasi Pembelajaran Jarak Jauh. Diunduh melalui Liputan6.Com. https://www.liputan6.com/news/read/4395711/siswa-di-tarakan-bunuh-diri-kpai-minta-kemendikbud-evaluasi-pembelajaran-jarak-jauh. Pada 20 Januari 2022.

 

Irawan, H. D., & Rahmasari, D. (2021). Hopelessness Pada Korban PHK Pandemi COVID-19 Yang Memiliki Ide Bunuh Diri. Character Jurnal Penelitian Psikologi, 8 (8), 176-186.

 

Kurniawan, Y., & Sudrajat, A. (2020). Peran Teman Sebaya dalam Pembentukan Karakter Siswa Madrasah Tsanawiyah. Socia:Jurnal IlmuIlmu Sosial, 15 (2), 149-163.

 

Muslimawati, N. (2021). Teror Pinjol Ilegal Mengganas, Ibu Rumah Tangga di Wonogiri Nekat Bunuh Diri. Diunduh melalui Kumparan.Com. https://kumparan.com/kumparanbisnis/teror-pinjol-ilegal-mengganas-ibu-rumah-tangga-di-wonogiri-nekat-bunuh-diri-1wf09s89W4r/full. Pada 20 Januari 2022

 

Puspitasari, R. (2017). Manusia Sebagai Makhluk Sosial. Pertemuan 6ISBD2017, 5 Oktober 2017.

 

Rahayu, U. (2020). Kasus Pasien COVID-19 Bunuh Diri dan Kesehatan Mental Selama Pandemi. Diunduh melalui https://hellosehat.com/infeksi/covid19/bunuh-diri-pasien-covid-19/. Pada 20 Januari 2022.