ISSN 2477-1686
Vol. 8 No. 8 Apr 2022
Penerapan Kebijakan Zero Accident Dalam Meningkatkan Kesadaran Penerbangan TNI AU
Oleh :
Ninda Aisi Ratania, Oktafia Mu’affi, Pyollan Tarekh Ayodya & Hesty Yuliasari
Program Studi Psikologi, Universitas Jenderal Achmad Yani
Keselamatan dalam dunia penerbangan salah satunya di pangkalan TNI AU sangatlah penting dan melekat pada setiap prajurit, karena dunia penerbangan dan keselamatan saling berhubungan tidak bisa dipisahkan. Menurut Rizal & Hidayat (2020), Budaya kesadaran akan keselamatan adalah salah satu faktor pendukung atas kesiapan operasional pesawat dalam mendukung tugas dari TNI AU. Keselamatan para prajurit berada di tingkat prioritas tertinggi dalam dunia penerbangan sehingga mengharuskan adanya standar keselamatan yang optimal dan sesuai dengan perkembangan teknologi di dunia penerbangan. Kegiatan dalam penerbangan baik itu dengan mengoperasikan pesawat terbang sipil maupun pesawat terbang militer tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan adanya resiko yang tinggi karena dapat mengancam keselamatan dan akhirnya mengakibatkan kejadian yang tidak diinginkan yaitu berupa kecelakaan pesawat atau insiden terbang. Menurut FAA (Wibowo, 2017), terdapat tiga faktor penyebab kecelakaan yaitu faktor cuaca (weather) sebesar 13,2 %, faktor pesawat sebesar 27,1 % dan hampir 66% dari keseluruhan kecelakaan (accidents) maupun insiden (incidents) penerbangan disebabkan karena faktor kesalahan manusia (human error). Didalam dunia penerbangan fenomena kecelakaan pesawat bisa terjadi karena adanya suatu situasi kritis, Menurut Walter (Firmansyah & Fauziah, 2017), Situasi kritis ini merupakan suatu peristiwa yang tidak terduga dan tidak dapat diprediksi sebelumnya sehingga menuntut harus segera dilakukan suatu tindakan.
Kecelakaan yang terjadi pada sebuah pesawat tidak lepas dipengaruhi oleh faktor human error yang mana ini menjadi salah satu penyebab dan penyumbang yang paling tinggi dalam kecelakaan pesawat terbang. Kondisi mental para penerbang meliputi pikirian, perasaan pada saat itu akan turut mempengaruhi kesadaran dalam penerbangan. Dampak psikologis kecelakaan penerbangan adalah dampak secara emosional atau psikis yang menyertai dampak fisik dalam suatu peristiwa kecelakaan. Dampak psikologis ini biasanya berupa kecemasan, Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD), depresi, dan gangguan disosiatif
Prajurit TNI AU yang berada dalam kecelakaan penerbangan dapat mengalami hal-hal diatas, maka dari itu perlu peran psikolog untuk dapat mengasesmen dan mengembalikan para prajurit dalam keadaan berdaya dan dapat terbang kembali. Menurut Kay (2015), asesmen penunjang yang dapat dilakukankan dalam upaya mengurangi dan meningkatkan keselamatan penerbangan TNI AU adalah dengan menekankan pada pemeriksaan psikologis personel, yang bertujuan untuk mengetahui kognitif, psikomotorik, persepsi dan interpersonal dari pekerjaan pilot. Kemudian memberikan evaluasi dan memberi gambaran fungsi dari kognitif, persepsi, motorik serta kemampuan interpersonal dalam kinerja personel, dapat dilakukan dengan memberikan tes psikologi dan neuropsikologis untuk memberi ukuran dari kemampuan yang diperlukan untuk kinerja penerbangan. Bentuk asesmen psikologi yang sering digunakan adalah tes kepribadian, tes tersebut dirancang untuk dapat menilai dimensi normal dan abnormal dari kepribadian dan psikopatologi. Tes yang paling popular adalah Minnesota Multiphasic Personality Inventory(MMPI). Tes harus memenuhi standar yang ditentukan dalam Standar Tes Psikologi dan Pendidikan. Tujuan utama dalam melakukan asesmen ini adalah untuk meningkatkan keselamatan penerbangan, kebugaran psikologis dan dapat mengembalikan personel awak pesawat kembali ke penerbangan. Selain memberikan asesmen dengan menggunakan metode pemberian alat tes psikologi, asesmen penunjang lain yang dapat digunakan untuk lebih meningkatkan keselamatan penerbang TNI AU Menurut Wibowo (2017), yaitu dengan cara memberikan kesempatan kepada seluruh personel Penerbang untuk mengikuti kursus CRM dan seminar terkait safety, menetapkan aturan/SOP tentang perhitungan resiko terkait beban misi penerbangan, memberikan reward kepada awak pesawat yang dapat mengatasi kondisi emergency dengan baik dan memberikan punishment secara proporsional kepada awak pesawat yang melanggar aturan safety, mengoptimalkan kegiatan safety meeting serta mengoptimalkan kegiatan latihan flight training dan simulator training.
Keberhasilan dalam menekan jumlah kecelakaan terbang pada periode 2015-2019 tentunya tidak hanya disebabkan oleh kehati-hatian pilot. Namun juga melibatkan kru pesawat yang berada di pangkalan atau lapangan udara yang melakukan pemeliharaan, perawatan, dan pengendalian operasi pesawat-pesawat TNI AU, prosedur kerja yang terstandarisasi, dan sistem pengendalian yang interkoneksi. Kecelakaan terbang secara kuantitas terus menurun terutama pada tahun 2012-2014. Namun demikian, pada tahun 2015 sampai dengan tahun 2016 jumlah kecelakaan terbang kembali meningkat. Sedangkan 2017-2019 zero accident, artinya jumlah kerugian pesawat dan korban jiwa mencapai titik nol. Keselamatan penerbangan merupakan amanat Undang-Undang No. 1/2009 tentang Penerbangan pada Pasal 1, Ayat 48.
Zero accident merupakan upaya untuk mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident). Keselamatan penerbangan yang terjadi pada maskapai penerbangan sipil dan TNI juga menjadi perhatian pemerintah. Kecelakaan terbang yang dialami oleh TNI harus mencapai titik nol atau zero accident. Kasau memberikan atensi bahwa risiko yang ditimbulkan oleh kecelakaan terbang pesawat TNI dapat berakibat penurunan kapabilitas TNI dalam kesiapan alat utama sistem senjata (alutsista), kerugian personel dan masyarakat yang terkena dampak akibat kecelakaan (accident) maupun peristiwa (incident) yang terjadi pada pesawat terbang TNI. Pelaksanaan kebijakan zero accident secara umum masih menggunakan sistem manual. Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang memasuki era digital maka interkoneksi antar entitas yang melakukan implementasi atas program prioritas zero accident merupakan keharusan. Semua proses administrasi pemerintahan telah terintegrasi dengan baik, sehingga zero accident dapat dicapai dengan membangun sistem pengaman elektronik. Kebijakan zero accident sebagai program prioritas merupakan wujud dari kebijakan yang membutuhkan integrasi di jajaran TNI AU.
Referensi:
Firmansyah, P. S. S., & Fauziah, N. (2017). Pengalaman Terbang Dalam Situasi Kritis (Sebuah Studi Kualitatif Fenomenologis). Jurnal Empati, 5(4), 837-845.
Kay, G. G. (2015). Guidelines For The Psychological Evaluation Of Air Crew Personel
Rizal, S., & Hidayat, S. (2020). Interoperability Dalam Kebijakan Zero Accident TNI AU. Jurnal Pertahanan & Bela Negara, 10(1), 113-132.
Wibowo, S. A. (2017). Pengaruh Airmanship dan Safety Culture Terhadap Keselamatan Penerbangan Di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma. Strategi Pertahanan Udara, 3(3).